Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 557-558-559

Dalam Neraka Vietnam -bagian 557-558-559


layar monitor radarDalam Neraka Vietnam -bagian-557
Mereka disuruh merapat kelambung kiri.Ketika sampai disana,sebuah tangga terlihat sudah dijulurkan kebawah dari dek atas.Yang pertama naik adalah Ami Florence kemudian Le Duan.Di tengah pendakian pada tangga tersebut dia berhenti.Melihat kearah si Bungsu masih berdiri di dek depan.
“Selamat jalan kawan…”ujar si Bungsu.
Le Duan tiba-tiba berubah air mukanya dan segera turun.
“Jangan..jangan pergi dulu kawan…”ujar Le Duan dari anak tangga terakhir,karena si Bungsu sudah menggerakkan kapal patroli rampasan itu menjarak dari USS Alamo.
“Saya masih mempunyai tugas Le Duan…”
“Demi Ami..”ucapan Le Duan terhenti.diputus oleh panggilan Ami Florence yang sudah sampai di dek USS Alamo.
Le Duan dan si BUngsu melihat keatas.Gadis itu memekik ketika dilihatnya kapal patroli yang ada si Bungsu di atas bergerak menjauh.Dia tak hanya memekik tapi segera berlari menuruni tangga,namun kapal patroli itu telah menjauh.
“Jaga adikmua baik-baik Le Duan…”seru si Bungsu.
“Dia menginginkan kau sebagai pelindungnya kawan..”ujar Le Duan.
“Aku juga menginginkannya.Tapi aku berhutang janji menyelamatkan seseorang…”
“Terimakasih atas bantuan mu pada kami.Terima kasih atas segala-galanya…”ujar Le Duan ketika dia maklum bahwa lelaki dari Indonesia itu tak bisa dicegah untuk pergi.
Ketika akhirnya Ami Florence tiba di anak tangga terakhir tempat abangnya berdiri,kapal yang di naiki si Bungsu itu sudah berpuluh depa dari USS Alamo.
“Oh Tuhan,jangan tinggalkan aku..jangan tinggalkan aku..”ujarnya separoh berteriak,sambil menatap kebawah bayang-bayang si Bungsu di ruang kemudi kapal patroli tersebut.
Le Duan memeluk tubuh adiknya.
“Kenapa dia meninggalkan aku….”isak Ami.
“Dia masih punya tugas yang lain,Ami..”
“Aku ingin ikut dengan nya..”Le Duan tak mampu memberi jawaban.
“Bahkan mengucapkan selamat tinggal pun dia tidak…”isak Ami sambil menatap ke laut gelap.
“Dia mengucapkan itu melalui aku,Ami.Dia menyuruh aku menjaga mu baik-baik.Dia pasti kembali menemuimu…”bisik Le Duan.
“Dia meninggalkan aku…dia meninggalkan aku begitu saja Le…”isaknya.
Ami akhirnya menumpahkan tangis di dada Abangnya.
“Hujan makin lebat,Ami mari kita naik…”ujar Le Duan sambil membimbing adiknya menaiki tangga,di bawah tatapan puluhan marinir yang berdiri di atas dek sana.
Di Dalam ruang Komando USS Alamo terjadi ketegangan,tatkala kapten nya melihat ke layar radar,dia melihat enam titik sedang menuju ke arah satu titik.Dan titik yang dituju itu juga mengarah langsung kearah salah satu titik yang enam itu.
“Gila!Orang ini benar-benar gila.Dia langsung terjun ke mulut hiu atau Neraka…!”ujar kapten USS Alamo itu.
Mereka tahu,,yang satu titik itu adalah kapal patroli yang baru saja meninggalkan USS Alamo.Sementara enam titik itu pastilah kapal perang Vietnam,yang dikerahkan untuk merebut kapal patroli yang dirampas itu.
Kini,dengan perasaan tegang delapan opsir kapal perang Amerika ini menatap dengan diam kearah titik-titik di layar radar mereka.Ami yang juga hadir di ruangan itu bersama abangnya menatap monitor radar dengan tubuh menggigil.
“Oh Tuhan,tidakkah ada sesuatu yang bisa kita lakukan?”ujarya dengan suara bergetar.Kapten itu menatap kearah Ami Florence.
“Dengan sepenuh maaf,Nona.Tidak satupun yang bisa kita lakukan sekarang.Kapal ini sudah memutar haluan dan berlayar dengan kecepatan penuh kearah Pulau Luzon,Philipina.Tembakan yang menghancurkan kapal perang Vietnam yang mengejar kalian tadi,segera akan menyulut skandal Internasional.Amerika akan di cerca sebagai agresor.Kita tidak boleh memperparah situasi.Amerika sudah kalah dan dipermalukan.Anda tahu,kita tidak boleh menambah insiden yang bisa memperburuk situasi,bukan..?”ujar Kapten kapal itu perlahan.
Kemudian mereka kembali menatap ke monitor.Titik-titik dilayar monitor,terutama titik yang tadi datang dari USS Alamo,semakin dekan kearah salah satu titik dari enam titik yang datang dari arah pantai Vietnam.Titik yang dari Alamo itu langsung menuju ke titik yang paling kanan.
“Tidakkah kita bisa menghubunginya dengan radio?”ujar Ami dengan air mata yang sudah dipipi.
“Sudah sejak tadi hubungan kita coba di frekuensi khusus,Nona.Namun nampaknya dia tidak menghidupkan radionya…”jawab Perwira radio,yang terus menekan-nekan sinyal untuk memanggil kapal yang di kemudikan si BUngsu.
Ami yang sangat gelisah,menoleh kepada Le Duan,kemudian kepada Kapten kapal yang berpangkat Laksamana Muda itu.Laksamana itu nampaknya paham apa yang ada di hati tamunya,di pegangnya bahu Ami Florence kemudian dia berkata.
“Kita tidak boleh mempergunakan frekuensi umum,apalagi frekuensi yang di pakai kapal-kapal Vietnam untuk bicara.Tembakan tadi pasti mereka ketahui dari kapal Amerika.Namun mereka tidak tahu,kapal yang mana dan apa nama nya.Jika kita bicara di frekuensi mereka,mereka akan melacak dan akan mendapatkan data kapal ini.Kehadiran kita disini memang perintah dari Pentagon,namun operasi ini tidak termasuk operasi manapun diangkatan Laut Amerika.Sebagai seorang intelijen yang sudah lama bertugas,Anda tentu mengerti semua prosedur ini,Nona..”ujar Laksamana itu perlahan.
“Kapal itu berdempet…!”seruan Perwira Navigasi menyebabkan semua mereka mengarahkan tatapan ke layar monitor radar yang posisinya agak tinggi.
Titik yang tadi datang dari USS Alamo kelihatan berdempet rapat dengan titik yang paling kanan dari enam titik.Beberapa saat kemudian titik yang datang dari USS Alamo itu hilang dari layar.Ami merasa dadanya sesak.
“Mesin kapal yang dibawa orang indonesia itu nampaknya di matikan..”ujar perwira Navigasi.
“Dia ditangkap..ya Tuhan dia di tangkap!”ujar Ami diantara isaknya,dan merebahkan kepalanya ke dada Abangnya.
“Akses langsung ke pusat informasi Pentagon,minta data tentang si Bungsu…”ujar komandan USS Alamo.
Perwira bagian komputer segera memerintahkan seorang letnan melaksanakan perintah komandan tersebut.Komputer data segera di aktifkan.Melalui hubungan satelit,kontak tersambung dengan biro data rahasia di pentagon.Markas Besar Angkatan Bersenjata Amerika
Si letnan mengetikkan beberapa kode di keyboard komputernya,di layar monitor segera muncul permintaan nomor akses.Si Letnan lalu berdiri dari kursinya,menyilakan si Kapten.Kapten kapal itu segera duduk didepan komputer,dia membuka buah baju bahagian atas.Segera kelihatan sebuah kalung perak.
Di Kalung itu tergantung dua keping logam tipis,yang lazim dipakai semua tentara Amerika ke medan tempur.Kemudian ada sebuah kunci dari emas.Dia buka kalung dari lehernya.Kemudian kunci emas itu dia masukkan ke salah satu lubang khusus yang berada di bahagian atas komputer.
Setelah memutar dua kali,di layar monitor muncul tulisan “akses utama”.Si Kapten mengetik sebuah nomor di keyboard,lampu merah segera menyala pada sebuah box yang terletak dikanan komputer,nyalanya sebentar terang,sebentar redup.Si Kapten menekankan telapak tangannya dengan jari-jari rata ke kaca box tersebut.
Sidik telapak tangan kanannya itulah sebagai”akses utama”sebagaimana di minta komputer.Sidik telapak tangannya itu segera terekam dan terkirim melalui gelombang radio ke pusat rahasia pentagon.Mencocokkan nya dengan sidik telapak tangan yang ada di pusat data rahasia itu.


Dalam Neraka Vietnam -bagian- 558

monitor radar
Tidak sembarangan jenderal atau staf Gedung Putih memiliki akses langsung ke pusat rahasia Pentagon tersebut. Hanya orang dengan klasifikasi tertentu saja. Pejabat lain yang menginginkan data, harus memintanya melalui jalur resmi, yang bisa memakan waktu satu atau dua hari.
Setelah beberapa detik berlalu, di layar komputer muncul jawaban “akses diterima”. Si kapten berdiri, tempatnya kembali digantikan letnan yang segera mengetikkan beberapa nomor kode lagi. Di layar Komputer muncul kata ‘entry’. Si letnan mengetik kata ‘Bungsu’, beberapa saat muncul kata ‘tunggu’ Mereka kemudian menanti.
Data dasar mencatatat nama, tahun lahir, pendidikan, kampung tempat lahir, provinsi, dan sekaligus negaranya. Kemudian data spesialisasi orang tersebut, berikut prestasi-prestasi puncak yang mereka capai.
Jika dia Veteran, tercatat pertempuran di mana saja yang bersangkutan terlibat. Selain prestasi positif data juga mencatat semua ‘prestasi’ negatif orang yang ada dalam file tersebut.
Semua yang hadir dalam di dalam ruang komando kapal USS Alamo itu pada ternganga melihat data ‘kemampuan’ si Bungsu yang ditampilkan dalam layar komputer. Di sana tertera bahwa secara individual lelaki Indonesia ini adalah salah satu dari sedikit sekali orang-orang yang memiliki kemampuan beladiri yang amat luar biasa.
Dalam waktu relatif singkat lelaki ini memiliki kemampuan menghabisi nyawa lima sampai sepuluh orang yang menjadi musuhnya. Dengan senjata spesifiknya berupa samurai kecil, paku atau besi pipih runcing yang lazim dipakai oleh Ninja dari Jepang, orang ini mampu menghabisi sepuluh sampai dua puluh lawan dalam waktu singkat.
Bila dia memiliki senapan maka kemampuan membunuhnya setara dengan satu kompi pasukan khusus bersenjata lengkap. Orang ini adalah satu dari sedikit manusia di dunia yang berpredikat sebagai “mesin pembunuh paling berrbahaya”.
Kemampuan beladirinya tercipta secara alamiah. Salah satu faktor pendukung yang menyebabkan dia mampu mengalahkan lawan dalam jumlah yang banyak, adalah karena naluri atau indra keenamnya yang amat luar biasa tajamnya. Instingnya sepuluh kali lebih tajam dibanding ular kobra, macan tutul bahkan dibanding puma, harimau paling ganas dan paling tajam inderanya di padang prairi Amerika sekalipun.
Tingkat ‘bahaya’ individu seperti orang ini, bernilai 100 bila berada di kota. Nilai tertinggi bagi seseorang yang memiliki kemampuan sebagai ‘mesin pembunuh’. Tetapi bila dia berada di belukar atau belantara, tingkat bahaya itu melonjak menjadi 250. Padang gurun, belukar dan belantara ibarat rumah baginya yang amat dia hafal lekuk lekuknya, yang amat dia kenal setiap denyut dan perangainya.
Dalam daftar itu juga tertera ‘prestasi’ berupa korban yang berjatuhan di tangan si Bungsu. Mulai dari tentara Jepang di Payakumbuh, bandit-bandit Yakuza, Kumagaigumi dan tentara Amerika yang memperkosa wanita di Jepang, bandit-bandit Cina di Singapura, bandit-bandit di Australia, tentara PRRI, APRI sampai bandit-bandit Mafia di Dallas, dalam kasus terbunuhnya Presiden Keneddy.
Keterangan di layar komputer itu ditutup dengan kalimat yang amat intimidatif, namun bisa diyakini kebenarannya: “Orang ini benar-benar tidak memihak kepada siapa atau negara manapun, kecuali kepada kebenaran. Jika Anda beruntung bisa ‘memakai’-nya, jangan sekali-kali berbuat curang atau berlaku tak benar. Orang ini akan segera mengetahuinya, sepandai apapun Anda menyembunyikan kecurangan itu. Begitu dia mengetahui kecurangan tersebut, satu-satu-nya jalan bagi Anda untuk selamat dari pembalasannya hanyalah bunuh diri!”
Semua yang berada di ruang komando kapal itu pada tertegun dan saling bertukar pandang. Tak seorang pun di antara mereka yang menganggap data yang diberikan komputer itu sebagai senda gurau, apalagi omong kosong. Informasi mengenai orang-orang berkualifikasi khusus, yang masuk ke dalam pusat informasi rahasia Pentagon, akurasi datanya nyaris tak sebuah pun yang bisa dimasukkan ke dalam klasifikasi ‘tidak bisa dipercaya’.
Dalam ratusan peristiwa yang data awalnya terekam di pusat informasi rahasia Pentagon, akurasi data dan analisanya minimal 95 persen.
“Lihat Kapal Vietnam itu meledak…” seruan Wakil Komandan USS Alamo, yang sempat melirik monitor radar, membuat semua yang hadir kaget dan terpana.
Di layar terlihat satu titik dari enam titik putih yang menunjukkan kapal-kapal Vietnam yang didempeti kapal patroli yang dilayarkan si Bungsu, berubah menjadi merah. Kemudian secara perlahan titik merah itu hilang dari layar monitor. Di layar itu kini hanya ada lima titik putih. Dan kelima titik putih itu kelihatan segera mendekat ke arah titik merah yang lenyap dari layar monitor itu.
“My God! Dia meledakkan kapal itu. Dan kini kelima kapal perang Vietnam yang ada di laut menuju ke arah kapal yang meledak itu…” desis Komandan Kapal USS Alamo.
Laksamana itu menatap pada Ami dan Le Duan.
“Kalian sangat beruntung bertemu dengan salah seorang manusia yang memiliki kemahiran beladiri dan kemampuan yang langka ini. Kami ingin sekali berkenalan dengannya. Sayang dia tak sempat naik ke kapal ini…” ujar Komandan USS Alamo tersebut.
Ami masih menatap ke monitor radar. Hati nya semakin buncah. Kapal itu meledak atau diledakkan, siapapun yang melakukannya, apakah si Bungsu atau orang Vietnam itu sendiri, yang jadi pikirannya adalah keselamatan lelaki Indonesia itu. Kalau kapal itu meledak, bagaimana nasib si Bungsu? Apa sesungguhnya yang telah terjadi atas dirinya?
Ya, apa sesungguhnya yang terjadi atas diri lelaki dari Situjuh Ladang Laweh itu? Siapa yang meledakkan kapal perang Vietnam tersebut?
Beberapa saat setelah meninggalkan USS Alamo, si Bungsu mengetahui kedatangan kapal kapal Vietnam itu dari radar di meja. Setelah menemukan alat penyelam di kapal itu, dia segera mengarahkan kapalnya ke salah satu kapal Vietnam tersebut dengan memperkirakan kapal terdekat dengan posisinya.
Beberapa puluh meter menjelang sampai ke kapal yang dia tuju, kapalnya segera diterangi cahaya lampu sorot dari kapal tersebut. Saat kapalnya masuk ke dalam terkaman cahaya lampu sorot, dengan pakaian selam dia sudah bergelantungan di bahagian belakang kapal.
Ketika kapal yang sengaja dia perlambat mesinnya itu merapat ke kapal patoli yang datang, yang ternyata jauh lebih besar dari yang mereka rampas, si Bungsu sudah menyelam. Di bawah sikap siaga penuh dengan todongan belasan senjata, tiga orang serdadu Vietnam segera melompat ke kapal yang merapat itu.
Mereka menyebar memeriksa kapal dengan senjata siap memuntahkan peluru. Di bawah sorot lampu yang amat terang benderang dan di bawah pengawalan yang amat siaga, tak ada sudut atau ruang yang luput dari pemeriksaan ketiga orang ini.
“Kapal ini kosong…” ujar salah seorang tentara Vietkong setelah berkeliling di kapal tersebut.
Komandan kapal patroli yang baru datang itu memberi isyarat kepada tiga anggota marinirnya untuk segera memakai alat selam. Sementara ketiga tentara yang tadi naik ke kapal yang ditinggalkan si Bungsu tetap di posisinya. Komandan kapal itu lalu memerintahkan untuk menambatkan kapal tak berawak itu ke kapalnya.
Tiga marinir yang sudah berpakaian selam, dengan senjata khusus berupa tombak dengan alat tembak berkekuatan tinggi segera mencebur ke laut. Kapal patroli itu sendiri berlayar perlahan dengan membuat lingkaran berdiameter sekitar 50 meter, dan dengan lampu sorot yang menjelajahi setiap sentimeter laut di sekitarnya.

Dalam Neraka Vietnam -bagian- 559

Sekitar satu jam menyelam, akhirnya ketiga marinir itu muncul sekitar tiga puluh meter dari kapal. Salah seorang pemberi isyarat kepada komandannya di kapal, bahwa mereka tak menemukan seorang pun di dalam laut. Dengan tanda tanya besar komandan kapal itu menyuruh jurumudi mengarahkan kapal untuk menjemput ketiga orang marinir tersebut.
Si komandan tak bisa mempercayai begitu saja bahwa kapal patroli yang kini tertambat di belakang kapalnya ini datang sendirian, tanpa seorangpun yang mengemudikannya. Tiba tiba dia teringat sesuatu.
“Periksa scuba dikapal itu…” serunya kepada tiga tentara yang masih berada di kapal yang tadi ditinggalkan si Bungsu.
Ketiga tentara itu segera memeriksa peti besi di ruang kemudi, tempat di mana biasanya dua pasang alat selam tersimpan. Mereka segera mendapatkan bahwa di dalam peti itu kini hanya ada sepasang alat selam. Dan kelihatan pula bahwa yang sepasang lagi baru saja diambil dari peti ini.
“Kalian jaga di sini, saya akan melapor ke komandan…” ujar salah seorang dari tentara yang bertiga di kapal itu.
Usai berkata, dia segera menarik tali kapal, sehingga merapat ke kapal yang satu lagi. Kemudian dia melompat, naik ke kapal di mana komandannya berada. Lalu dia melaporkan apa yang mereka temukan di peti penyimpan alat selam itu kepada komandan mereka.
“Siapapun yang memakai alat selam itu kini, pastilah dia seorang musuh yang sangat berbahaya. Pertama, dialah yang merampas kapal yang kini tertambat di belakang kapal kita ini, yang kemudian menghancurkan kapal patroli yang sebuah lagi. Dia pasti tak pergi jauh, dan akan muncul di kapal ini. Periksa dan jaga setiap jengkal pinggir kapal ini…” ujarnya.
Kapal itu memiliki dua puluh lima awak. Kini mereka menyebar tegak berbaris di kedua sisi kapal, mulai dari haluan sampai ke belakang. Mereka tegak dengan senjata terhunus, siap untuk memuntahkan peluru. Tak ada tempat bagi seorangpun untuk bisa naik ke kapal itu, meski agak satu sentimeter, tanpa diketahui oleh awak kapal yang dua puluh lima orang itu, di luar si kapten.
Namun si Bungsu, yang sejak tadi sengaja menjauh dari kapal yang berlayar berputar-putar itu, sama sekali memang tak merasa perlu untuk naik ke kapal tersebut. Dari kejauhan pula dia melihat tiga marinir melompat terjun ke laut.
Dia memunculkan kepalanya sedikit di permukaan air, saat cahaya sorot lampu baru meninggalkan lokasi di mana dia menyelam. Bila sorot lampu itu mengarah ke tempatnya, perlahan dia menyelam sekitar satu meter. Dari dalam laut dia melihat ke atas, menanti cahaya terang pada air akibat sorot lampu menghilang. Setelah itu dia kembali muncul.
Dari tempatnya mengapung, dia perhatikan pula ketiga marinir itu kembali naik ke kapal. Kemudian dia melihat pula si komandan memerintahkan anak buahnya yang di kapal untuk memeriksa peti penyimpanan alat-alat selam. Dia juga melihat si komandan memberi perintah, disusul bersebarnya semua awak membuat pagar betis di pinggiran kapal dari haluan sampai ke buritan.
Setelah anak buahnya tegak berbaris, si komandan memerintahkan jurumudi untuk segera meninggalkan tempat itu dengan kecepatan penuh. Namun saat itu pula si Bungsu muncul di permukaan air, sekitar dua puluh lima meter dari haluan kapal dengan posisi agak ke kiri. Yang pertama melihat kemunculannya adalah seorang tentara yang tegak di sisi mitraliyur di haluan. Yaitu saat jurumudi kapal menambah kekuatan mesin untuk meluncur kencang, dan lampu menyorot ke bahagian depan.
“Itu dia! Di depan, di sebelah kiri…!” serunya sambil menarik pelatuk bedil.
Namun sebelum jarinya sempat menarik pelatuk bedil, si Bungsu yang di kapal tadi mengambil pistol sinar, yaitu pistol berpeluru besar yang dipergunakan untuk isyarat. Kini pistol itu dia tembakan. Sebuah garis sinar yang amat terang berwarna merah jambu, segera meluncur ke arah kapal.
Saat itu peluru si tentara yang melihatnya pertama tadi muntah dari mulut bedilnya. Menyusul kemudian muntahan peluru dari mitraliyur yang ada di depan. Namun semua tembakan itu terlambat sudah. Tidak hanya karena si Bungsu sudah menyelam amat dalam, tapi juga karena tembakan si Bungsu dengan pistol sinar berpeluru tunggal, yang pelurunya hampir sebesar lengan anak kecil itu sudah menghantam bahagian depan tabung torpedo yang berada di bahagian kiri dek.
Bahagian depan tabung torpedo itu terbuat dari plat besi, dan hanya bisa terbuka secara otomatis jika tombol untuk menembakkan torpedo di ruang kemudi ditekan. Namun peluru pistol sinar yang amat besar itu setelah menghantam tutup tabung yang besarnya sekitar paha lelaki dewasa, menancap di sana.
Kapal patroli besar itu menjadi terang benderang oleh cahaya. Peluru yang menancap itu membuat tutup tabung menjadi merah. Hanya berjarak tiga jari dari tutup tabung terletak hulu ledak torpedo. Panas yang luar biasa dari peluru sinar yang menancap di tutup tabung tersebut, yang membuat tutup tabung itu merah menyala, tentu saja mengirimkan panas yang amat sangat ke hulu ledak torpedo.
Tembakan dari hampir semua tentara di bahagian kiri kapal itu masih membahana sambung bersambung, ketika kapten di kapal patroli itu menyadari bahaya yang mengancam mereka, yang berasal dari peluru pistol sinar yang menyala di tutup tabung torpedo.
“Tinggalkan kap…..”
Perintahnya terlambat sudah. Sebuah ledakan yang amat dahsyat, akibat meledaknya torpedo di bahagian kiri kapal itu, tidak hanya menelan suara si kapten, tapi sekaligus menelan kapal berikut nyawa semua awaknya. Bersamaan dengan suara ledakan yang menggelegar, hampir semua bahagian kapal berikut dua puluh lima tentara di atasnya hancur berkeping.
Bahkan kapal yang tadi dibawa si Bungsu, yang ditam batkan di belakang, tak luput dari terkaman ledakan torpedo yang dahsyat itu. Kepingannya disemburkan ke udara belasan meter bersama nyala api yang amat marak. Kemudian satu persatu kepingan itu runtuh berderai ke laut yang gelap. Kemudian laut pun ditelan sepi.
Beberapa saat kemudian si Bungsu muncul ke permukaan air. Yang kelihatan hanya gelap yang mencekam. Beberapa keping kayu dan fiberglass mengapung di sekitar si Bungsu. Namun kegelapan yang sunyi itu hanya berlangsung beberapa menit. Setelah itu, dari kejauhan dia melihat cahaya lampu sorot bermunculan. Dari kiri, dari kanan dan dari belakangnya. Sayup-sayup dia menangkap suara mesin kapal mendekat.
Dia segera tahu, suara kapal itu adalah suara lima kapal patroli yang ketika masih di kapal tadi dia lihat di monitor radar.
“Mudah-mudahan saya bisa menumpang dengan salah satu di antaranya…” bisik hati si Bungsu.
Dia memperhatikan salah satu kapal yang agak dekat, lalu sebelum cahaya lampu sorot sampai ke tempatnya mengapung dia pun menyelam perlahan beberapa meter. Sambil menyelam dia mengambil tali gulungan nilon sebesar kelingking, yang tersedia di pakaian renang yang dia pakai.
Pada ujung tali nilon itu ada cangkok seperti mata kail, yang terbuat dari bahan aluminium dilapis plastik. Panjang keseluruhan tali itu sekitar lima belas meter. Kini dia harus mengarahkan pikiran bagaimana agar dia bisa ‘menompang’ di salah satu dari ke lima kapal tersebut.
Dia tak mungkin mengaitkan kait tali nilon ke bahagian belakang salah satu kapal patroli itu, untuk kemudian bergelantungan dalam laut mengikuti kapal yang berlari kencang. Awak kapal tentu akan ronda hilir mudik di kapal itu. Dan dengan mudah cangkokan tali nilonnya akan ditemukan.
Dia harus cepat bertindak. Jika terlambat, kapal-kapal itu akan berangkat meninggalkan lokasi ini. Jika itu yang terjadi, maka dia akan mati sendiri. Bila persediaan oksigen di tabung gas yang terletak di punggungnya habis, dia tentu takkan bisa lagi menyelam.
Jika tak bisa menyelam, maka jika dia masih hidup, lambat atau cepat, salah satu kapal patroli Vietnam pasti akan menemukannya. Jikapun tak ditemukan kapal patroli Vietnam, maka kematian tetap akan menjemput lewat rasa lapar dan haus yang sangat di tengah laut tak bertepi ini, atau dimangsa ikan hiu yang terkenal ganas itu.
Dengan fikiran tak ingin mati konyol itu dia lalu kembali mengapungkan diri di bawah kepingan kapal patroli yang hancur itu. Memperhatikan cahaya sorot lampu berseliweran. Ketika daerah di atasnya menjadi gelap, dengan cepat dia memperhatikan sekitarnya. Kemudian menyelam lagi dengan cepat pula ketika sorot lampu menyambar ke arah tempatnya berada.

Tidak ada komentar: