Dalam Neraka Vietnam 699-700-701
Dalam Neraka Vietnam 699
Si Bungsu menggenggam tangan Cowie. Demikian juga
tangan Smith dan Jock Graham, yang dalam gelap gulita itu juga
mengulurkan tangan pada si Bungsu.
“Cowie, setelah ini dengan atau tanpa saya, saya yakin engkau bisa
membawa teman-temanmu keluar dengan selamat dari neraka ini. Kalian
adalah orang-orang hebat dan tangguh. Jika kalian bergerak, usahakan
agar bergerak ke arah barat. Ke arah barat Cowie, karena arah itu menuju
ke perbatasan
Kamboja. Beberapa bulan yang lalu, saya
melihat helikopter tempur Amerika yang menjemput Kolonel MacMahon
bergerak ke arah itu. Barangkali di sana ada gugus tugas pasukan
Amerika. Ingat, ke arah barat, Cowie….!”
“Tunggu, bagaimana kami tahu bahwa yang menembak pertama adalah
engkau, sehingga kami yakin bahwa tembakan setelah itu merupakan
tembakan balasan dari tentara Vietnam? Bisa saja merekalah yang pertama
kali menembakmu…” ujar Cowie.
Si Bungsu terdiam. Benar juga ucapan orang ini, fikirnya.
“Baik, tembakan pertama akan saya arahkan ke tempat kalian ini. Kemudian baru ke arah mereka. Nah kawan, saya pergi.…”
Si Bungsu lalu bergerak cepat. Baik Cowie maupun Jock Graham dan Smith,
nyaris tak mendengar suara apapun ketika lelaki itu menjauh dari mereka.
Padahal lelaki itu bergerak di antara belukar yang amat lebat. Dia
bergerak seolah-olah tak menyentuh sehelai daun pun. Cowie menarik nafas
panjang.
“Lelaki yang luar biasa. Hanya saya tak mengerti, untuk apa dia berada di Vietnam ini….”
Tak ada yang mengomentari ucapannya. Malam terasa merangkak amat
perlahan dalam belantara yang ditelan kegelapan kental itu. Ada suara
burung hantu di kejauhan. Ada suara desir angin di pucuk-pucuk pohon,
jauh di ketinggian belantara. Sesekali ada bunyi kepak sayap kelelawar,
yang terbang melintas dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Dalam
kegelapan yang mencekam
tersebut terdengar Tim Smith yang memiliki banyak sekali perbendaharaan
sumpah serapah dan carut marut itu, berkata perlahan. Perkataan yang
seolah-olah ditujukan pada dirinya sendiri.
“Saya tak faham ucapannya. Orang itu sungguh penuh misteri. Dia mengatakan melihat
helikopter tempur
menjemput Kolonel MacMahon dari arah perbatasan Kamboja. Dia tentu
berada di sana ketika MacMahon dijemput helikopter tersebut. Mengapa dia
ada di sana? Kalau dia berada di pihak Amerika, dia tentu pergi
meninggalkan Vietnam bersama MacMahon. Ternyata dia tak pergi. Itu
berarti dia berada di pihak Vietnam. Tetapi, jika dia di pihak Vietnam
kenapa dia disekap bersama kita dalam neraka berlumpur itu?”
Tak segera ada yang mengomentari ucapan Smith. Cowie bertanya pada Jock Graham.
“Engkau datang bersamanya Jock. Apakah engkau tahu kenapa dia ditangkap
Vietnam?”
“Saya bertemu dengan dia ketika sudah di atas truk yang akan mengangkut
kami ke tempat kalian. Selama di truk tak ada pembicaraan. Mata kami
saja ditutup dengan kain….”
Cowie dan Smith mendengar jawaban Jock Graham yang singkat itu dengan
berdiam diri, sampai tiba-tiba mereka mendengar suara tembakan. Dan
peluru tembakan pertama itu mereka dengar menghantam sebuah dahan kayu
di atas mereka. Detik berikutnya mereka dengar tembakan beruntun, tapi
mereka bisa menandai bahwa tembakan beruntun itu berasal dari bedil yang
sama dengan suara tembakan pertama tadi,Lalu sepi…
Dalam Neraka Vietnam-700
Hanya sesaat, lalu terdengar tembakan balasan dari belasan bedil yang
lain. Demikian ramainya, seolah-solah akan merobek belantara tersebut.
“Kita pergi, sekarang…!” ujar Cowie sambil bangkit memapah Jock Graham.
“Saya bisa berjalan. Kondisi saya sudah jauh lebih baik…” ujar Jock
Graham yang memang merasakan kondisinya tubuhnya lebih memadai setelah
menelan dedaunan yang diberikan si Bungsu.
“Kalau begitu kita pergi. Jangan terpisah terlalu jauh.
Go! Go….!” bisik Cowie.
Dengan merunduk dia menyelusup diiringi Jock dan Smith di bahagian
belakang sekali. Mereka keluar dari belukar lebat tempat mereka
bersembunyi sejak senja tadi. Dari belakang mereka masih terus mendengar
tembakan beruntun. Kemudian disusul tembakan balasan satu-satu.
Tidaklah diperlukan pengalaman perang yang berlebihan untuk mengetahui
bahwa tembakan dari belasan bedil itu berlawanan arah dengan tempat
mereka. Artinya, si Bungsu telah mengatur posisi mengalihkan perhatian
tentara Vietnam ke arah yang berlawanan dari ke tiga tentara Amerika
yang melarikan diri itu.
Ketiga tentara Amerika tersebut tahu bahwa tembakan
salvo,
tembakan satu-satu dari dua bedil yang dibawa si Bungsu ganti berganti,
adalah upaya orang Indonesia itu untuk mengecoh tentara Vietnam. Dengan
tembakan salvo dari dua bedil tersebut, ada dua hal yang difahami
Cowie. Pertama, orang-orang Vietnam tersebut tahu bahwa tembakan salvo
itu dalam upaya para pelarian menghemat peluru. Kedua, dua bedil itu
memberikan kesan, bahwa ke empat orang tersebut masih berkelompok.
Dugaan Cowie itulah yang memang termakan oleh komandan pasukan Vietnam
tersebut.
Dia memang menduga ke empat pelarian tersebut masih mengelompok.
Cowie mendengar tembakan salvo si Bungsu mau pun tembakan balasan dari
lima sampai enam bedil orang-orang Vietnam itu secara bergantian,
semakin lama semakin jauh dari posisi mereka. Cowie tahu, hal itu
disebabkan dua hal. Pertama, mereka memang sedang bergerak menjauhi
tempat mereka terkepung tadi. Kedua, si Bungsu berhasil memancing
tentara Vietnam tersebut memburu dirinya yang semakin ke arah timur. Ke
arah yang berlawanan dengan arah larinya Cowie dan dua temannya.
Si Bungsu sebenarnya dengan mudah bisa berputar dan tiba-tiba berada
di belakang salah seorang para pemburunya. Dia mengenal belantara
seperti mengenal garis di telapak tangannya. Namun dia tak melakukan hal
itu. Karena tujuannya hanya ingin memperjauh jarak antara tentara
Vietnam ini dengan Cowie, Smith dan Jock Graham. Tujuannya bukan untuk
membunuh. Kemudian beberapa tembakan balasan menghajar kayu besar
tempatnya berlindung, si Bungsu memekik. Kemudian diam.
“Mereka kena…!” desis komandan regu
Vietnam kepada sersan di sebelahnya.
“Sudah dua yang kena…” ujar sersan tersebut.
Sebab tadi dia juga mendengar pekik kesakitan dalam kecamuk tembakan.
“Tinggal dua lagi. Saya yakin dua orang yang kena tembak itu segera
mati. Kondisi mereka sudah amat buruk saat di lobang penyekapan…” ujar
si komandan.
Melalui perintah beranting, dari mulut ke mulut, dia menyuruh cek
berapa pasukannya yang tertembak. Tak berapa lama, pesan beranting itu
sampai kembali kepada si komandan. Ada dua anak buahnya yang tak
diketahui nasibnya dan sembilan orang mereka yang tertembak. Namun
sembilan yang tertembak itu nampaknya bernasib baik. Tak seorang pun
yang mati.
“Siapa kedua orang yang tak bertemu itu?” tanya si komandan.
Sersan yang berada di sebelahnya menyebut dua nama. Tak seorang pun di
antara mereka yang tahu, bahwa kedua teman mereka itu tergeletak lumpuh
kena totok.Pengejaran dan pengepungan ini amat melelahkan. Ke empat
tentara Amerika yang mereka buru seperti tahu saja di mana posisi
mereka. Tembakan ke empat orang itu hampir bisa dipastikan selalu
memakan korban.
Si komandan melihat
jam tangannya. kegelapan yang mencekam yang angka-angka dan jarumnya memakai
radium,
yang menyebabkan angka dan jarum jam tersebut bersinar hijau dalam
kegelapan. Semakin gelap hari, semakin jelas cahaya yang dipancarkan
radium pada angka dan jarum jam tersebut.“Sudah pukul empat lewat…”
ujarnya.
Dia lalu kembali memberi perintah beranting untuk memperkecil jepitan
pengepungan dengan sistem tapal kuda. Dia memerintahkan ada yang
ditangkap hidup-hidup untuk diinterogasi. Kini tugas utama adalah
memperkecil jepitan kepungan, kemudian tunggu matahari terbit. Baru
disergap. Menjelang itu, bertahan sambil berjaga agar tak ada yang
lolos. Bisik berisi perintah itu diteruskan si sersan secara berantai.
Orang pertama yang mendengar pesan itu segera merayap atau berjalan
membungkuk-bungkuk lima atau enam depan ke sampingnya, sampai bertemu
dengan temannya yang lain.
Lalu menyampaikan pesan si komandan. Saat pesan kedua bergerak ke
kanan atau ke kiri untuk menyampaikan pesan pada orang berikutnya, yang
menyampaikan pesan pertama kembali ke posisi semula.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-701
Demikian cara menyampaikan pesan beranting dalam pertempuran dimana
tak ada radio atau isyarat lain yang bisa di lihat.Ketika si komandan merasa
isyaratnya sampai kesayap kiri maupun ke sayap kanan,dia melakukan uji coba
untuk mengetahui apakah buruan mereka masih berada di titika sasaran yang
mereka perkirakan.Dia memuntahkan beberapa tembakan ke arah yang
mereka perkirakan.Dia memuntahkan beberapa tembakan ke arah yang
mereka perkirakan itu.
Kemudian mereka menanti.Tak berapa lama,dua tembakan balasan terdengar
menggema.Dan si komandan bercarut marut dengan wajah pucat,karena salah
satu peluru nyaris menyambar pipinya.Tapi dia merasa lega.Orang yang
mereka buru masih berada di depan sana.
“Sebentar lagi!Tunggulah sebentar lagi!Begitu cahaya pagi turun kau ku
bekuk.Dan kau harus menjilat pantatku.Harus!Jika tidak,akan ku sayat daging
pipi,paha dan betismu.Akan ku patahkan jari kakak dan jari tanganmu satu
persatu.Akan ku cabuti gigimu satu demi satu…”desis si komandan dengan
kebencian memenuhi hampir seluruh pembuluh darahnya.
Betapa dia takkan dendam,dia sudah bisa menebak hukuman atau paling
tidak cemooh yang akan dia terima sekembalinya ke markas besok.Memburu
empat pelarian yang kurus kerempeng,sakit-sakitan dan kelaparan,ada
sembilan anak buahnya yang luka tertembak.Yang dua lagi mungkin sudah
mati,cemooh semakin tak bisa di bayangkan.Masih untung kalau dia hanya
mendapat cemooh bisa-bisa turun pangkat dan tak di beri jabatan apapun.Dia
bersandar di pohon besar sambil memejamkan mata.
Dia yakin buruan mereka takkan lolos.Dia yakin anak buahnya sudah
melakukan kepungan yang ketat.Tak mudah orang bisa meloloskan diri.Dia
yakin itu,karena mereka sudah sangat terlatih bertempur,mengepung dan
menjebak tentara Amerika dalam pertempuran belantara begini.Baik siang
maupun malam hari.Sudah belasan kali mereka melewati peperangan di
belantara seperti ini.Malah kali ini sebenarnya sungguh sebuah pertempuran
yang sangat ringan.
Biasanya,dalam setiap pertempuran mereka selalu di hujani peluru mortir
atau peluru senapan mesin.Lagi pula,biasanya musuh mereka jumlahnya
selalu lebih banyak!kini,yang mereka hadapi hanya empat orang.Itupun
keadaannya hanya compang-camping.Usahkan mortir ataupun senapan mesin
senapan semi otomatis yang mereka miliki pun nampaknya sudah kehabisan
peluru.Itu di buktikan dari beberapa kali tembakan balasan yang terdengar
dari orang yang mereka kejar.Malah ketika dia perintahkan pasukannya tidak
menembak,tetap tak ada tembakan balasan.
Waktu merangkak perlahan.S komandan tersentak saat si sersan mencowel
bahunya.Rupanya dia tertidur.Sayup-sayup terdengar kokok ayam hutan.Dia
melihat jam tangannya.Sudah pukul lima lewat,namun hutan itu masih sangat
gelap.Di menoleh kearah di mana pelarian itu di duga sudah mereka’kunci’.Tak
ada yang kelihatan,masih sangat gelap.Di luar belantara cahaya sudah cukup
terang.Dia mengambil sebuah ranting kecil.Mematahkannya jadi dua
potong,masing-masing sepanjang dua jengkal.Yang satu di bagikan kepada
sersan yang di kiri,satunya kepada yang kanan.
Tanpa sepatah katapun,karena sudah memahami yang di inginkan sang
komandan,kedua sersan itu merayap.Yang kiri ke arah kiri,yang kanan ke arah
kanan.Setelah merayap beberapa jauh mereka bertemu dengan teman
mereka,mereka serahkan ranting tersebut.Seperti meneruskan pesan lisan
berantai sebelumnya,terutama saat terkepung maupun mengepung.Saling
membangunkan dan atau untuk mengontrol.
Mengontrol apakah jumlah personel masih lengkap atau tidak.Memakan
waktu hanya setengah jam,kedua ranting oitu kebali ke tangan sang
komandan.Si letnan mengambil penples air di pinggangnya.Dia memang sudah
menyuruh bagian dapur untuk selalu mengisi penplesnya itu dengan kopi yang
di beri gula sedikit.Di teguk kopi itu dengan nikmat.Kedua sersan yang ada di
kiri kanan nya berbuat hal yang sama.
Hari sudah pukul enam lewat saat sang komandan memberi perintah dengan
suara tembakan,untuk memulai penyerangan ke arah pelarian yang sejak
semalam sudah mereka”kunci”.Hanya beberapa detik setelah tembakan
pertama si letnan,kesunyian belantara itu di robek oleh dengan suara-suara
letusan bedil.Dalam cahaya pagi yang sudah mulai terang-terang
tanah,mereka melihat tempat yang di jadikan pelarian tentara Amerika itu
adalah sebuah pohon besar yang tumbang melintang panjang.
Bukan main,rupanya mereka mendapat tempat perlindungan yang kokoh.Si
letnan membari perintah agar pasukannya yang berda di belakang pohon
tersebut segera merengsek maju,sementara dia dan belasan tentara lainnya
melindungi dari tempat mereka,demikian cara denikian tak ada lagi celah bagi
pelarian itu untuk lolos.Dari arah kiri dan kanan delapan tentara Vietnam itu
merengsek maju ke tempat perlindungan tentara Amerika tersebut.
Saat kedelapan tentara itu mendapatkan posisi yang baik,ganti ujung lainnya
yang maju dan mereka pula yang melindungi.Karena belantara sudah cukup
terang,dengan cepat mereka bisa maju.Dala tiga kali bergerak tiap ujung yang
menjepit itu,mereka kini sampai ke dekat pohon itu.Salah satu tentara yang
meju itu melihat sebuah ujung bedil di balik pohon besar itu.
Tentu saja dia tahu kalau di ujung pangkal bedil itu pasti ada orangnya.Dengan
gerakan yng cepat dia melangkah kearah kanan sambil melepaskan tembakan
gencar ke arah semak ujung pangkal bedil itu.Mereka juga bergerak cepat
dengan menghujani tembakan ke arah persembunyian pelarian itu,tapi
mereka lupa pesan komandannya tadi malam kalau salah satu dari pelarian
itu harus di biarkan hidup.