Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 675-676-677

Dalam Neraka Vietnam-bagian 675-676-677


Dalam Neraka Vietnam-bagian-675

pasukan khusus,polisi militerNamun melihat tubuh mereka,dia menduga mereka di sekap dalam kerangkeng dalam air.Atau mereka di sekap dalam rawa atau di dalam sungai.Itu dapat dilihat di kaki mereka yang pucat dan berkerut.Ada kudis dan lintah di beberapa bagian kaki mereka.Mata mereka amat cekung,wajahnya amat pucat.
Tentara dan penduduk desa yang tersentak bangun oleh kedatangan pasukan khusus itu,hanya tegak termangu melihat para tawanan diikat,kemudian di gelandang di bawah todongan bedil bersangkur.Beberapa orang diantaranya termasuk si Bungsu,tanpa sebab yang jelas di hajar dengan popor senjata.Overste yang jadi komandan pasukan di desa itu,mendapat penjelasan pendek dari salah seorang polisi militer itu yang berpangkat kapten.Si Overste yang sebenarnya keberatan si Bungsu di bawa.
Tapi dia terpaksa berdiam diri melihat ketiga polisi militer itu,berikut mayor yang mengomandani pasukan khusus itu,menatap padanya dengan tajam.Baik dari cara polisi militer itu berbicara pada overste,juga sikap overste yang hanya berdiam diri,dapat di tebak bahwa pasukan khusus yang datang ini membawa wewenang dari politbiro partai komunis dan dengan kekuasaan yang tak bisa di bantah siapapun.Dalam sebuah negara yang kacau,juga di sebuah negara otoriter,hukum dan kekuasaan di tentukan oleh ujung bedil.Fakta itu tak bisa di bantahkan.
Bukanlah hal yang aneh,di kalangan sesama tentara juga terjadi persaingan dan pamer kekuasaan.Namun,di negara manapun dan dalam kondisi apapun,perang atau damai,polisi militer dan pasukan khusus tetap saja merupakan pasukan yang amat di segani.Bahkan dalam keadaan tertentu,di takuti oleh tentara,apapun pangkatnya.Si Overste terpaksa berdiam diri,karena menurut komandan polisi militer yang datang,perintah pemindahan tawanan perintah langsung dari komite sentral partai komunis Vietnam yang berkedudukan di hanoi,ibukota Vietnam.
Laporan tentang lolos nya tawanan Amerika dan terbantainya pasukan yang menjaganya,berikut kolonel yang menjadi komandannya,ternyata sudah tersebar luas di Vietnam.Dan laporan yang di sampaikan ke Hanoi memang tidak di sebut-sebut nama si Bungsu sebagai penyebab lolosnya tentara Amerika,salah seorangnya berpangkat kolonel dari SEAL.Yang disebut menyebabkan lolosnya tentara Amerika dan infiltrasi dari beberapa helikopter tempur yang canggih.
Kendati yang menyerang hanya satu heli,itu sudah cukup bagi mereka untuk ‘memperbanyak’jumlah he;li yang menyerang.Para jendral Vietnam tentu takkan bisa menerima kalau yang menyapu bersih satu pasukan hanya 17 orang pelarian dan satu orang sipil yang belum pernah latihan militer.Pemalsuan berita itu sudah di mulai dari tingkat paling bawah.dan hal itu tentu menyelamatkan si Bungsu,paling tidak untuk sementara.Dia hanya di kenal salah seorang mata-mata yang ikut dalam penyerangan oleh helikopter Amerika yang di sebut sampai enam buah.Polisi militer itu bukan pm biasa.Mereka di rekrut dari kader pilihan partai komunis.Mereka tidak memakai helm putih,sebagaimana jamak di negara lain.Tanda mereka sebagai polisi militer adalah ban merah yang di ikat di lengan kanan bertuliskan aksara Vietnam.
Mereka bukan tentara biasa,mereka adalah pilihan dari komite partai sentral.Tentara tak bisa melakukan apapun tanpa persetujuan partai.Anggaran untuk partai juga di tentukan oleh partai.Dan siapa-siap yang naik pangkat juga di tentukan partai.Kekuasaan tertinggi berada di tangan partai,bukan di tangan presiden atau panglima-panglima tentara.Partai komunis dimanapun di dunia,mengontrol semua yang berlaku di negara bersangkutan.Baik pemerintahan militer,politik,sosial kemasyarakatan,juga seni dan budaya.
Semua sistem harus mendukung,membesarkan partai.Karena itu,polisi militer itu selain di benci juga di takuti tentara reguler yang bukan berasal dari partai.Kendati mereka sama-sama komunis.Pimpinan komunis di hanoi nampaknya kuatir,tentara Amerika melakukan operasi besar-besaran memebebaskan tentara mereka ysng di tawan di Dalam Neraka Vietnam.Dari laporan mengenai helikopter Amerika datang dari arah barat dan kembali kearah itu,para petinggi militer segera bisa menebak.
Bahwa pasukan rahasia Amerika,mungkin dalam unit-unit kecil,membuat markas tersembunyi di Kamboja.Oleh karena itu para tawanan di pindahkan ke tempa rahasia yang berdekatan dengan perbatasan kamboja,agar sesegera nya di pindahkan dari arah itu.Mereka harus di pindahkan ketempat rahasia di wilayah yang cukup jauh dari lokasi semula.
Partai mengerahkan pasukan khusus yang terpercaya untuk mengambil an membawa para tawanan ke berbagai tempat.Kemudian meyekap mereka di tempat-tempat yang sudah di tentukan.Para tawanan itu tidak pernah di beritakan penangkapan mereka apalagi identitas mereka.Itu sebabnya disebut (Missing In action) MIApersonel yang hilang di peperangan.Bagi vietnam, semakin lama mereka menahanan tentara Amerika,yang mereka tawan dalam peperangan semakin baik.
Karena tawanan itu bisa menjdai alat penekan bagi mereka di setiap perundingan.Amerika sendiri tak bisa menekan Vietnam,bahwa mereka tak punya bukti kalau para tentaranya di tawan Vietnam.Jadi pasukan khusus yang erusaha sekuat tenaga mencari MIA itu bertindak secara individu-individu.Hanya tentu sangat di rahasiakan.Ada dua alisan kenapa Amerika masih mempertahankan dan membiayai unit-unit kecil untuk membebaskan MIA di Vietnam.
Pertama,karena masalah harga diri.Amatlah memalukan bagi negara sehebat Amerika ternyata meninggalkan ribuan tentaranya di peperangan di belantara Vietnam tanpa mengetahui bagaimana nasib mereka.Kedua,karena desakan keluarga tentara-tentara yang hilang itu.yang didukung belasan organisasi anti perang di Amerika.Mereka menuduh Amerika ikut campur urusan negara lain dengan mengorbankan ribuan anak-anak muda Amerika yang tak berdosa.Ikut campurnya Amerika di berbagai pertempuran di berbagai belahn bumi,tak seluruh rakyat Amerika yang mendukung.

Dalam Neraka Vietnam-bagian-676
truk buatan rusiaAda berbagai lapisan kelompok masyarakat, umumnya intelektual, yang menganggap campur tangan Amerika di negara lain adalah tindakan yang sudah kelewat batas. Ambisi pemerintah Amerika untuk menjadi polisi dunia, menyebabkan mereka ditentang oleh segolongan rakyatnya sendiri. Mengirim pasukan ke negara lain, yang sudah tentu memerlukan biaya yang amat tinggi, tidak hanya menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak jelas, tetapi sekaligus juga mengorbankan nyawa anak-anak muda Amerika.
Sebagian dari mereka yang dikirim ke medan perang adalah anak-anak muda yang harus ikut dalam program wajib militer. Dengan dukungan Undang-Undang, program ini memang sudah dilakanakan sejak meletusnya Perang Dunia II. Dan sejak itu pula, sudah ratusan ribu pemuda Amerika gugur. Hancur bersama pesawatnya yang tertembak di udara, berkeping oleh ranjau, remuk ditembaki artileri, hilang di belantara, atau terkubur di lautan.
Si Bungsu dan ketiga tentara Amerika yang kini berada di bawah kekuasaan pasukan khusus dan Polisi Militer Vietnam itu benar-benar tak pernah membayangkan nasib buruk yang tengah menanti mereka. Dalam posisi kedua tangan terikat ke kayu yang disandangkan ke bahu, mata mereka ditutup dengan kain tebal ketika akan meninggalkan kampung tersebut. Selain itu, kaki mereka dirantai dan dihubungkan antara yang satu dengan yang lain. Membawa tawanan dengan cara seperti itu sudah menunjukkan bahwa tawanan tersebut tidak saja dinilai penting, tetapi juga berbahaya.
Mereka digelandang naik sebuah truk tua buatan Rusia. Di truk itu, rantai yang mengikat kaki mereka dikuncikan ke beberapa gelang yang sengaja dibuat dan ditempelkan pada dinding truk dengan mur dan baut yang menembus dinding truk itu. Gelang itu terbuat dari besi sebesar ibu jari. Mereka disuruh tiarap. Lalu truk itu berjalan. Suara mesinnya ribut bukan main. Jalan yang ditempuh luar biasa rusaknya. Selama dalam perjalanan yang alangkah lama dan jauhnya, melewati jalan tanah berlumpur, keempat tawanan yang tiarap di lantai truk dengan mata tertutup itu sengsara bukan main.
Truk tua buatan Rusia tersebut tidak hanya oleng dan terguncang-guncang, tetapi juga terlambung-lambung. Ada kesan bahwa truk ini dilarikan dengan kencang untuk mengejar waktu yang sudah ditetapkan. Beberapa kali kedua truk itu terpaksa berhenti karena terperosok ke dalam lumpur. Ke empat tawanan tetap dijaga di atas truk dalam keadaan tertelungkup. Sesekali seorang tentara memeriksa tutup mata mereka. Truk yang terpuruk itu kemudian ditarik mem pergunakan wing baja, yang memang tersedia pada hampir semua truk perang.
Kawat baja yang panjangnya sekitar dua puluh meter, yang digulungkan pada sebuah silinder besi di bahagian depan truk, direntang ulur dengan menghidupkan mesin. Ujungnya yang dipasang kait besi besar dililitkan ke pohon terdekat. Lalu mesin dihidupkan untuk menggulung kembali kawat baja tersebur. Kawat yang diikatkan ke pohon itu menjadi tegang, dan putaran mesin yang menggulung kawat itu menyebabkan truk tertarik keluar dari lumpur, yang terkadang dalamnya membenamkan seluruh roda-roda besar truk tersebut.
Dengan kedua tangan masih terikat ke kayu di bahu, dengan mata tertutup dan kaki terantai satu sama lain, yang dikuncikan lagi ke cincin besi di dinding truk, bagi si Bungsu maupun ketiga tawanan Amerika itu benar-benar tak ada kemungkinan untuk melarikan diri. Ketiga tentara Amerika tersebut nampaknya benar-benar parah. Yang seorang, yang lintah masih lekat di pahanya, nampaknya dalam kondisi paling buruk. Dia diserang demam malaria tropikana. Yang dua lagi, kendati tubuh mereka sudah seperti mayat hidup, kurus dan pucat, namun tidak separah yang diserang malaria itu.
Celana dan baju loreng yang mereka kenakan sudah benar-benar compang-camping. Ketiganya tidak mamakai sepatu. Kudis menggerogoti sebahagian besar tubuh mereka, terutama sebatas dada ke bawah. Pada batas dada ke atas kentara sekali bedanya. Bahagian dada ke bawah pucat dan keriput, bahagian dada ke atas agak mendingan. Batas dan keriput itu tercipta karena selama berbulan-bulan mereka direndam dalam kurungan yang dibuat di dalam sungai atau rawa yang airnya bercampur lumpur. Tempat menyekap tawanan Amerika dengan kondisi seperti itu merupakan hal yang lazim bagi Vietnam.
Jumlahnya bisa puluhan, mungkin ratusan buah di seluruh Vietnam. Selain siksaan yang nyaris tak bisa dibayangkan, kurungan model itu jelas dimaksudkan untuk meruntuhkan moral tentara yang mereka tawan. Ketiga tentara Amerika itu nampaknya sudah menyerahkan nasib mereka bulat-bulat ke tangan takdir. Hampir sehari penuh tersiksa di atas truk, akhirnya konvoi yang hanya terdiri dari dua truk bermuatan penuh oleh pasukan khusus Vietnam itu berhenti di suatu desa kecil dan terpencil. Si Bungsu mendengar suara kokok ayam. Kemudian mendengar suara orang bicara.
Suara tentara melompat turun dari truk. Kemudian suara langkah mendekat. Lalu ada pembicaraan dalam bahasa Vietnam, yang tentu saja tak dimengerti baik oleh si Bungsu maupun oleh ketiga tawanan Amerika itu. Kemudian mereka mendengar perintah untuk turun dalam bahasa Inggris yang cukup baik, diiringi sentakan keras pada kaki mereka. Karena kaki-kaki mereka saling dihubungkan dengan rantai, hanya dengan amat susah payah mereka baru bisa turun dari truk tersebut. Kain yang diikatkan erat-erat penutup mata mereka sesampai di bawah kembali diperiksa.
Kemudian tentara Vietnam itu kembali menggiring ke empat tawanan tersebut dengan mendorong-dorong tubuh mereka. Ada sekitar sepuluh menit berjalan dengan saling terantuk-antuk, baru mereka disuruh berhenti. Si Bungsu mendengar ada suara riak air di bawah. Dari arah riak air itu dia mendengar ada suara nafas manusia. Rantai di kaki mereka dibuka. Tapi sebelum mereka sempat berfikir apapun, kepala mereka dihantam dengan popor bedil. Si Bungsu adalah yang pertama kali menerima hantaman itu. Persis di bahagian belakang kepalanya.
Dia tak sempat berbuat apapun. Usahkan berbuat sesuatu, merasakan sakit kena hantam popor senjata itu pun dia hampir tak sempat. Hanya amat sesaat, sekitar dua atau tiga detik. Rasa sakit yang amat sangat itu sudah lenyap bersamaan dengan lenyapnya semua rasa apapun, saat tubuhnya jatuh dan tercebur ke dalam air berlumpur. Saat itu semua menjadi gelap gulita baginya. Setelah dia, berturut-turut ketiga tawanan Amerika lainnya mendapat giliran. Setelah keempat mereka tercebur, dua orang tentara milisi menutup pintu kurungan yang terbuat dari batang-batang bambu.
Milisi adalah pasukan yang direkrut dari kader partai komunis di desa-desa dan tidak memiliki seragam militer kecuali bedil. Usai pintu kurungan itu ditutup, seperti menutup sebuah peti, tiga batang kayu berdiameter hampir satu meter digelindingkan ke atas pintu bambu itu. Jarak kayu yang satu dengan yang lain diatur sedemikian rupa. Sehingga tak mungkin ditolak dari bawah. Sebenarnya, tanpa kayu besar itu pun sudah hampir mustahil bagi yang terkurung di lobang itu untuk keluar. Keempat sisi dinding kurungan itu bukannya terbuat dari bambu melainkan tanah.
Kurungan ini nampaknya dibuat lain dari yang lain. Di sebidang tanah tanah keras dibuat lobang empat persegi, sedalam empat kali empat meter. Bahagian atasnya tiga per empat dilantai dengan bambu hampir sebesar betis lelaki dewasa. Yang seperempat lagi dibuat sebagai pintu yang bisa dibuka dan ditutup. Tawanan dilemparkan begitu saja ke dalam lobang 4 x 4 m itu. Dengan kedalaman 4 meter, dengan air bercampur lumpur sebatas dada, adalah mustahil bagi orang untuk ‘terbang’ agar bisa bebas. Namun bagi Vietnam berjaga-jaga itu tentu saja amat perlu.

Dalam Neraka Vietnam-bagian-677
Makanya di atas bambu-bambu yang diikat dengan kukuh itu, yang berfungsi sebagai ‘atap’ kurungan, masih dipalang lagi dengan tiga batang kayu besar. Lobang yang berfungsi sebagai kurungan itu di dalamnya sudah berisi dua tawanan, tentu saja juga tentara Amerika. Kedua tentara itulah yang kemudian berusaha menolong agar empat tawanan yang baru saja dilemparkan masuk ke lobang itu tidak langsung mati terbenam. Mereka segera berusaha agar bahagian kepala para pendatang baru itu tetap mengapung agar bisa bernafas.
Mereka diupayakan bisa duduk dan disandarkan ke dinding. Namun salah seorang di antaranya, yaitu yang kena demam malaria tropikana, ternyata sudah tak tertolong lagi. Hantaman popor bedil di kepalanya mengakhiri derita panjang yang dia alami.
“Hei, orang ini sudah mati…” ujar tentara yang berusaha memberikan pertolongan.
Namun pasukan khusus Vietnam yang berada di atas hanya menatap dengan diam dengan tatapan dingin.
“Orang ini sudah mati, tolong angkat dan kuburkan dia…” ujar si tentara kurus yang tadi berusaha memberikan pertolongan.
Usahkan pertolongan, sepatah jawaban pun tak terdengar. Mereka justru meninggalkan tempat itu, dengan sikap tak peduli. Kini di sana hanya tinggal dua orang milisi yang tadi menutupkan pintu kurungan tersebut. Kedua mereka juga menatap dengan tatapan dingin. Kemudian beranjak, mengambil dedaunan yang sudah agak mengering. Dedaunan itu ditimbunkan ke atas pintu kurungan. Nampaknya hal itu disengaja, agar orang menyangka bahwa di daerah itu hanya semak belukar. Usai menutup lobang besar itu dengan dedaunan, kedua milisi itu naik ke sebuah pondok kecil.
Pondok itu berada sekitar lima meter dari lobang penyekapan. Pondok sengaja dibuat agak tinggi, khusus untuk tempat mengawasi lobang di mana para tawanan disekap. Di pondok kecil tersebut ada sebuah bren, sejenis senapan mesin ringan dengan peluru berantai. Dengan kurungan hanya beberapa meter dari pondok penjagaan, ditambah dua penjaga yang siaga dengan bedil, ditambah sebuah senapan mesin ringan, kalaupun yang dikurung di dalam lobang besar itu adalah semut, maka semut itu pun takkan mungkin bisa meloloskan diri.
Kedua tawanan Amerika yang kedatangan empat ‘tamu’ baru itu saling menatap dalam diam. Yang memegang tentara yang mati tersebut akhirnya melepaskan mayat di tangannya. Kemudian mereka berdua dengan susah payah membuka ikatan tangan ke tiga orang yang masih hidup. Mereka berdua nampaknya tak begitu kaget. Hal-hal luar biasa sudah menjadi bahagian dari kehidupan mereka. Malah sebenarnya di dalam hati mereka merasa gembira dengan datangnya tawanan baru. Sudah beberapa bulan ini mereka hanya berdua di kurungan tersebut. Kini ada tambahan teman baru.
Paling tidak mereka kini memiliki tambahan teman bicara. Kedua orang itu, yang kondisi tubuhnya juga sudah demikian buruk, harus berusaha sekuat tenaga agar ketiga orang yang baru diterjun bebaskan ke tempat mereka itu tidak mati lemas, terbenam dalam air berlumpur tersebut. Begitulah, dengan menyandarkan ketiga orang tersebut ke dinding lobang, dengan menekan dadanya sehingga kepalanya tidak terbenam ke air dan lumpur, mereka bisa memperlambat datangnya elmaut. Si Bungsu siuman pertama. Itu karena dialah yang paling sehat tubuhnya.
Yang satu jelas sudah mati, sementara yang dua lagi sudah demikian lenyai. Dia membuka mata karena merasa sangat kedinginan. Yang pertama dia rasakan selain rasa dingin, adalah kepalanya yang berdenyut-denyut. Kemudian rasa lapar luar biasa. Kemudian rasa tekanan pada dadanya. Saat matanya terbuka kepalanya masih tunduk terkulai. Dia melihat sebuah tangan pucat dan berbulu menahan dadanya. Ketika dia membuka mata dan menolehkan kepala ke arah pangkal tangan yang menahan dadanya itu, dia segera menampak sebuah wajah berjambang lebat.
Rambutnya gondrong, wajahnya pucat dan kotor sekali. Dari pakaian lorengnya yang sudah menguning karena lumpur, dia tahu orang ini adalah tawanan Amerika. Dia terbatuk tiba-tiba. Masih ada sisa air di dadanya saat dia jatuh tercebur.
“Hei, selamat datang di neraka…” ujar orang yang dia tatap sambil melepaskan pegangan tangannya di dada si Bungsu.
Begitu tekanan tangannya dia lepas, tubuh si Bungsu tiba-tiba melorot masuk ke air. Tentara itu menjambak rambut si Bungsu, persis sebelum hidungnya masuk ke air.

Tidak ada komentar: