Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 653-654

Dalam Neraka Vietnam-bagian 653-654

Dalam Neraka Vietnam-bagian-653
tikam samurai
Di dalam kapal selam itu, bahagian radar mengawasi seluruh penjuru dengan seksama. Sementara dua orang letnan yang bertugas menjaga tombol-tombol penembak peluru kendali dan torpedo juga siaga di tempatnya. Siap menunggu perintah dari kapten mereka. Di USS Alamo Laksamna Lee dan seluruh awak di ruang komando siaga. Bahagian radar menyapu lautan dalam radius 100 kilometer persegi dari kapal selam dan heli yang sedang memindahkan muatan itu.
Dari radar di ruang komando USS Alamo itu semua mereka bisa melihat, dalam radius lebih dari 100 kilometer, tak ada kapal perang sebuahpun di laut gelap tersebut. Dalam radius 100 kilometer persegi mereka hanya melihat dua titik yang berdempetan di layar monitor radar. Kedua titik kecil itu adalah kapal selam Sea Devil dan helikopter penjemput bekas tawanan.
Namun beberapa saat kemudian perwira radar berseru sambil menunjuk sebuah titik di tenggara yang mendekat ke arah kedua titik pertama dengan cepat sekali.
“Torpedo…!” ujar perwira radar.
“Empat buah torpedo…!” seru perwira radar tatkala melihat di monitor muncul tiga titik lagi seperti berbaris menuju ke dua titik tersebut.
“Sea Devil…!” panggil Laksamana Lee.
“Yes, Sir…!”
“Kalian lihat sesuatu…?”
“Yes, Sir! Saya dan Kapten Johan Gregor, pilot heli melihat empat buah torpedo datang dari jarak jauh, Sir…!”
“Kalian bisa mengatasi?”
“Siap… bisa, Sir!”
“Pemindahan penumpang sudah selesai?”
“Orang terakhir sudah naik ke helikopter, heli siap meninggalkan Sea Devil, Sir!”
“Good luck!”
“Thank you, Sir!”
Begitu pembicaraan antara Komandan USS Alamo usai, terdengar panggilan dari pilot helikopter.
“Roy…” panggil pilot pada kapten Sea Devil.
“Yap, John….”
“Kami pergi. Engkau bisa menyelesaikan keempat cucut yang datang itu?”
“Yap, berangkatlah….”
“Good luck, Roy!”
“Good luck, Callahan!”
Helikopter yang memang sudah mengapung sekitar sepuluh meter dari dek Sea Devil itu segera berputar dan melaju ke arah laut lepas dengan kecepatan penuh. Sementara Sea Devil membuka seluruh katup memasukkan air secara maksimal. Bersamaan dengan deru air masuk ke tanki dengan tambahan bobot secara drastis, kapal selam tersebut mulai menyelam.
Baik di layar radar Sea Devil maupun di layar radar USS Alamo dan di helikopter, melihat empat titik yang datang dari tenggara itu semakin dekat. Keempat torpedo itu nampaknya berasal dari kapal perang Vietnam yang berada di lepas pantai sekitar Saigon yang sudah berubah nama menjadi Kota Ho Chi Minh.
“Menyelam dengan kecepatan penuh!” seru kapten Sea Devil sambil menarik tuas yang berfungsi menurunkan sirip kapal selamnya. Kapal itu menukik ke dasar samudera, kemudian membuat tikungan tajam ke kiri, ke arah selatan Vietnam.
Awak kapal selam tersebut bersuit panjang sambil berpegangan agar tidak terjatuh dalam manuver kapal selam kecil bertenaga amat kuat itu. Di helikopter dan di USS Alamo orang-orang menatap layar radar tanpa seorang pun berani berkedip. Mereka melihat Sea Devil tiba-tiba lenyap dari radar. Sedetik kemudian keempat titik yang datang dari arah tenggara itu melintas di titik tersebut.
Mereka menunggu apakah ke empat titik itu juga lenyap pada titik pertama yang hilang tadi. Jika itu yang terjadi berarti Sea Devil hancur dihantam ke empat torpedo itu. Namun empat titik itu terus melaju ke arah utara. Makin lama makin jauh, sampai akhirnya lenyap. Mereka semua terdiam. Adalah Laksamana Lee yang pertama mencoba membuka hubungan radio dengan Sea Devil.
“Kapten Callahan…!”
“Yes, Sir!”
Jawaban kapten kapal selam itu segera disambut sorak gembira dan tepuk tangan semua awak USS Alamo yang ada di ruang komando, juga Laksamana Lee. Pilot helikopter juga tersenyum dan bersalaman dengan copilotnya. Mereka memacu heli itu dalam gelap dengan panduan kompas, menuju ke arah Filipina.
“Anda ada di mana, Kapten?”
“Siap, kami tak pergi jauh. Ada di dalam komputer Anda, Sir!” jawab kapten Sea Devil.
Jawabannya disambut gelak tawa awak USS Alamo.
“Tapi Anda tak kelihatan di komputer ini, Kapten….”
“Siap, apakah kami perlu menampakkan diri, Sir?”
Tawa riuh kembali pecah dalam ruang komando itu. Suara tawa riuh itu terdengar jelas oleh kapten Sea Devil.
“Baik, Anda menyelesaikan tugas dengan baik, Nak. Selamat berenang. Good luck!”
“Terimakasih, Sir!” jawab Kapten Callahan.
Lalu ketika dia mendengar nada ‘blip’ tanda hubungan radio diputus dari USS Alamo, dari kedalaman lima belas meter di Laut Cina Selatan itu dia juga mematikan hubungan radionya. Lalu memacu kapal selam itu kembali ke Teluk Kompong Sam, di mana kesatuan mereka, unit kecil pasukan SEAL yang tangguh itu, ditempatkan secara rahasia sejak setahun yang lalu.
Di salah satu ruangan VIP rumah sakit tentara di sebuah kota di Philipina, MacMahon menatap Ami Florence yang duduk di sisi pembaringannya dengan diam. Suasana sepi mencekam sejak dia usai menuturkan pertemuannya dengan si Bungsu, dan bagaimana mereka terpisah dalam pertempuran terakhir itu.
“Saya yakin dia masih hidup, Florence…” ujar MacMahon sambil memegang tangan Ami.
“Sampai Vietnam tahu tak ada rahasia yang bisa dikorek dari mulutnya?” ujar Ami lirih.

Dalam Neraka Vietnam-bagian-654
MacMahon tak dapat memberi komentar.
“Saya akan menemui gadis yang bernama Thi Binh itu…” ujar Ami sambil membetulkan selimut MacMahon, lalu bangkit.
MacMahon memegang tangannya.
“Dia masih anak-anak, Florence. Negeri kalian diamuk perang. Banyak keluarga yang remuk redam. Jika dia mencintai seseorang itu karena dia ingin dilindungi. Tidak lebih dari itu. Kau faham maksudku, Nak…?” ujar MacMahon.
Ami Florence tertegak diam. Menatap si kolonel yang memang sudah dia kenal cukup dekat saat perang masih berkecamuk di Vietnam.
“Terimakasih Mac…” ujarnya sambil membungkuk, kemudian mencium pipi MacMahon.
Lalu dia melangkah perlahan keluar. Menutup pintu. Melangkah menelusuri koridor berudara sejuk masuk ke ruangan VIP yang lain. Thi Binh yang berada di pembaringan menatap kedatangannya dengan mata berbinar.
“Hai, Thi-thi….”
“Hai, Ami….”
Ami membungkuk, mencium kedua pipi gadis itu. Namun ketika dia akan bangkit, lehernya ditahan oleh kalungan kedua lengan Thi-thi. Mereka bertatapan dalam jarak yang tak sampai satu jengkal.
“Ada apa?” ujar Ami dalam bahasa Vietnam sambil tersenyum dan menatap mata gadis itu na­nap-nanap.
“Menatapmu membuat rinduku pada si Bungsu jadi terobati….” ujar Thi Binh.
Dug!
Jantung Ami seperti akan copot mendengar ucapan itu. Mukanya segera saja berubah. Namun gadis itu masih tersenyum. Dia melepaskan kalungan tangannya di leher Ami. Namun kini ganti memegang tangannya, dan menariknya duduk di sisi pembaringannya.
“Dari Bungsu, saya mendengar banyak sekali cerita tentang Kakak…” ujar Thi Binh.
Dug!
Lagi-lagi jantung Ami berdegup.
“Ya… saat pertama dia datang ke rumah kami, dia bercerita tentang Kakak. Bahkan ketika di perjalanan pun, saat melewati danau yang banyak buayanya, di rakit dia juga bercerita tentang Kakak…” ujar Thi Binh separoh membual.
Ami terperangah. Dia tahu gadis centil yang cantik ini separoh membual. Namun dia tak kuasa mencegahnya. Dia dibuat geram, marah, gondok, jengkel, senang dan gemas. Semua campur aduk jadi satu. Namun dia memang datang untuk mencari cerita tentang keberadaan si Bungsu di Vietnam setelah berpisah dengannya di USS Alamo. Ami Florence mengumpulkan semua cerita, menyimak dengan diam sambil menyimpan dalam memorinya segala data dan detil yang penting tentang si Bungsu saat-saat terakhir lelaki yang dicintainya itu di Vietnam. Cerita tentang itu dia dapat dari tiga orang, yang memang berada bersama si Bungsu pada saat-saat terakhir.
Ketiga mereka adalah Letnan Duval, Roxy dan Thi Binh. Sebab dengan ketiga orang inilah si Bungsu bersama-sama bertempur tak jauh dari barak tentara Vietnam, sebelum dia menyuruh Duval, Roxy dan Tin Binh berangkat duluan menyusul rombongan Kolonel MacMahon. Kemudian Ami mencari informasi tentang pasukan SEAL di bawah pimpinan Mayor Murphy Black di Teluk Kompong Sam. Yaitu orang yang kali terakhir kembali ke tempat pertempuran guna mencari si Bungsu. Namun dari seluruh cerita yang dia himpun, muaranya tetap satu. Si Bungsu hilang atau tertawan dalam pertempuran terakhir itu. Artinya lelaki itu masih hidup di salah satu tempat di belantara Vietnam di sana.
Kini dia berada di sisi pembaringan Thi Binh. Dia ingin mendengar cerita yang lebih lengkap tentang si Bungsu dari gadis kecil ini. Setelah lama saling menatap, akhirnya Thi Binh bicara perlahan kepada Ami Florence.
“Sebenarnya, sayalah yang banyak bercerita dan bertanya tentangmu pada si Bungsu, Ami….”
“Kau bertanya tentang diriku kepada si Bungsu?
“Ya….”
“Darimana engkau mengetahui aku mengenal si Bungsu….”
“Dari mimpiku….”
Ami tersenyum. Merasa kena diakali oleh gadis kecil nakal ini.
“Ami, kau pernah merasa datang ke dalam mimpiku?”
Ami Florence menggeleng. Thi Binh menatapnya.
“Berbulan-bulan saya, juga belasan wanita Vietnam lainnya, dijadikan budak pemuas nafsu oleh puluhan tentara Vietkong. Suatu hari saya mulai diserang Vietnam Rose, sipilis! Saya demam dengan panas yang amat tinggi. Dalam sakit dan hampir mati itu, saya berdoa meminta Tuhan membantu saya, membunuh orang-orang yang memperkosa saya….”
Thi Binh terhenti, air mata mengalir di pipinya. Ami Florence tertegun mendengar derita dahsyat yang dialami gadis kecil ini.
“Suatu malam, dan malam-malam berikutnya, ke dalam mimpi saya datang seorang lelaki yang memakai senjata seperti ninja. Di malam yang lain, lelaki itu saya lihat lagi di dekat sebuah kapal perang yang besar bersama seorang gadis indo-Vietnam yang cantik dan abangnya. Gadis indo itu menangis tatkala pemuda ninja dari Indonesia itu tidak naik ke kapal perang besar itu bersamanya, melainkan pergi dengan boat kecil dan saat itu dia berkata ‘sabarlah Thi-thi… saya akan datang membantumu‘ Gadis indo di dalam mimpi saya itu adalah engkau Ami. Saya sudah meilhatmu dan abangmu dalam mimpi saya, Ami…” tutur Thi Binh.
Ami Florence ternganga mendengar cerita yang dahsyat itu. Dia hampir-hampir tak mempercayai pendengarannya.
“Bukan hanya engkau yang tak percaya, Nona. Semula si Bungsu pun tak percaya atas apa yang dituturkan Thi-thi tentang mimpinya. Tapi dari mana dia tahu tentang ninja, tentang Indonesia, tentang kapal perang besar, gadis indo yang cantik yang ternyata dirimu, jika mimpi itu tak pernah ada?”
Ami menoleh ke arah suara di belakangnya. Ternyata tanpa diketahui sejak tadi di ruangan itu sudah ada Duc Tio dan Han Doi.
“Aku tahu, engkau mencintainya. Aku juga….”
Dug!
Hati Ami Florence bedegup mendengar pernyatan Thi Binh.
“Dia memang patut mendapat cinta banyak orang, Thi-thi….”
“Termasuk kita…?”
“Termasuk kita…!”
“Kau tidak marah aku mencintainya, Ami?”
Ami Florence menggeleng. Kemudian memeluk gadis kecil itu. Air matanya merembes, mengingat entah bagaimana nasib lelaki yang sedang mereka bicarakan. Entah masih hidup, sedang disiksa, entah sudah mati.
Si Bungsu membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah dunia yang serba terbalik. Ada orang-orang, api unggun, rumah-rumah bambu semuanya berada dalam posisi terbalik.
Selain itu ada rasa sakit…

Tidak ada komentar: