Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 594-595-596

Dalam Neraka Vietnam -bagian 594-595-596

 

duduk di dekat api unggunDalam Neraka Vietnam -bagian-594-595
Sementara itu si Bungsu dan Thi Binh yang sudah memeriksa sekitar bukit itu,berhenti di sisi lain dari tempat Han Doi dan Duc Thio berada.Dari tempat mereka sekarang dengan jelas terlihat lokasi kedua barak di bawah sana.Barak pertama terdiri dari lima barang yang panjang masing-masingnya sekitar sepuluh meter.Itulah barak wanita penghibur yang tadi mereka lihat pertama kali.
Sekitar dua puluh meter dari barak itu kelihatan sebuah bukit,di baliknya terlihat lima barak panjang masing-masingnya juga sekitar sepuluh meter.Kelima barak di bangun seperti tapal kuda.Di tengahnya ada lapangan.Dari silhuet api unggun di bawah sana,si Bungsu tahu paling tidak ada dua mitraliyur 12,7 di lapangan tersebut.Tentara berkeliaran di depan barak-barak di dua lokasi itu.
Si Bungsu memperkirakan paling tidak di bawah sana ada sekompi tentara Vietkong.Itu berarti ada sekitar 100 orang tentara Vietkong di sana.Ada lima sampai enam bukit batu yang tegak menjulang,termasuk bukit di mana kini mereka berada.Bukit mana yang memiliki goa,yang di jadikan tempat menyekap tawanan Amerika?Dia mencowel Thi Binh.Gadis itu duduk di sebuah batu besar pipih.
“Dengar Thi-thi.Agak sulit memilih mana yang di dahulukan,antara pembalasan dendammu dengan tugas saya membebaskan perawat Amerika itu.Jumlah kita yang berempat di banding dengan seratus tentara di bawah sana,sangat tidak sebanding.Jika pembebasan tawanan dan pembalasan dendammu dilakukan serentak,itu berarti kekuatan kita harus di pecah.Yang membebaskan tawanan itu dua orang,yang ikut membalaskan dendammu dua orang.Kalaupun kita bergabung berempat,kita masih belum tentu bisa berbuat banyak melawan mereka,apalagi harus di bagi dua…”ujar si Bungsu.
Di tatapnya gadis itu.Thi Binh menunduk.Dia merasakan apa yang di ucapkan si Bungsu benar adanya.Dia menatap lelaki dari Indonesia itu.
“Jika saya memilih,antara membalaskan dendam dengan berada disisimu,maka saya akan memilih di sisimu kendati saya tak pernah bisa membalas dendam pada tentara yang sudah menodai diri saya…”ujarnya sambil menunduk.Si Bungsu menarik nafas panjang.Dia peluk gadis itu erat-erat.
“Terimakasih Thi-thi.Terimakasih.Percayalah,saya akan berusaha agar engkau bisa membalaskan noda yang telah kau alami.Beberapa di antara tentara Vietkong itu harus menerima pembalasan darimu.Percayalah,saya akan usahakan itu…”ujar si Bungsu perlahan.
Dia kemudian mengajak gadis itu kembali bergabung ketempat dimana Duc Thio dan Han Doi berada.Saat mereka berempat sudah berkumpul.Si Bungsu menyalakan senter yang ada pada Duc Thio.Cahaya senter itu di hadapkan ketanah,dan sekelilingnya di tutup agar cahaya tak kelihatan dari jauh.
Si Bungsu kemudian mengatur siasat.Dia menyatakan amat mengandalkan Han Doi,yang pernah menjadi tentara aktif dan intelijen.
“Senjata yang kita miliki sekarang tidak memadai untuk beraksi.Coba hitung berapa peluru yang ada di bedil masing-masing?”ujar si Bungsu sambil mengeluarkan magazin senapannya.
Ketika orang Vietnam yang lainnya itu pun berbuat hal yang sama.Thi Binh di bantu oleh ayahnya mengeluarkan magazin dan menghitung peluru.
“Saya masih memiliki 14 peluru…”ujar si Bungsu setelah menghitung sisa peluru di magazin bedilnya.
“Saya hanya tinggal lima…”ujar Han Doi.
“Di bedil saya tiga peluru.Dan di bedil Thi Binh dua puluh lima…”ujar duc Thio.
“Baik,sekarang kita bagi sama banyak..”ujar si Bungsu.
Mereka kemudian meletakkan semua peluru itu diatas batu pipih yang mereka duduki.Kemudian,si Bungsu membagi rata ke 52 peluru tersebut.Tiap orang memperoleh 13 butir peluru.Lalu mereka memasukan kembali peluru itu kedalam magazin senjata masing-masing.
“Dengan peluru yang ada sekarang,kita mustahil berperang melawan tentara di bawah sana.Untuk itu,kita harus bberusaha mencuri senjata mereka,barangkali salah satu barak persenjataan mereka ada dinamit.Namun sebanyak apapun persenjataan yang dimiliki,kita tetap saja tak mungkin berperang melawan mereka.Kita harus menggunakan taktik tembak dan lari…”ujar si Bungsu sambil menatap ketiga anggota rombongannya itu.
Karena ketiga mereka berdiam diri,si Bungsu menjelaskan rencana berikutnya.
“Duc Thio dan Thi Binh menunggu disini.Saya dan Han Doi akan menyelusup mendekati barak di bawah sana,untuk mencari senapan mesin atau dinamit.Kita harus bergerak cepat,sebelum siang turun…”ujarnya.
Kemudian dia menatap Thi Binh.Dan gadis itu juga menatapnya.Dia ingin janjinya,bahwa dia takkan meninggalkan gadis itu,kendati agak sesaat.Dia sudah berniat mengatakan bahwa dia akan pergi bersama gadis itu,tatkala Thi Binh dahuluan berkata.
“Saya akan tinggal disini bersama ayah.Tapi,berjanjilah bahwa engkau akan kembali kemari.Saya akan bunuh diri jika engkau tak kembali kemari…”ujarnya.
Si Bungsu menatap gadis itu.Kemudian menatap Duc Thio dan Han Doi.Kedua lelaki itu hanya tercenung.Si Bungsu kemudian memeluk gadis itu.
“Percayalah,saya akan kembali padamu disini…”ujarnya.
Sesaat setelah itu,dia dan Han Doi bergerak menuruni bukit tersebut.Mereka tetap menjaga saat menyelusup mendekati barak-barak tentara Vietnam itu gerakan mereka tetap terlindung di balik hutan belukar.
Hanya sekita sepuluh menit kemudian,si Bungsu dan Han Doi sampai di bahagian belakang barak yang membelakangi bukit.Mereka berada di sisi utara,sekitar sepuluh meter dari barak terdekat.Bersembunyi di balik bebatuan,persis di bawah bukit.
“Han,kita cari barak persenjataan.kau periksa dua barak yang dikiri,saya dua barak yang di kanan.Setelah itu kita bertemu lagi disini…”bisik si Bungsu.
Han Doi mengangguk.Setelah memperhatikan situasi,dengan berlindung di dalam kegelapan yang kental,mereka berdua kemudian bergerak mendekati barak yang jadi tujuan masing-masing.
Jauh di atas bukit,Thi Binh tengah nanap memandang ke bawah sana.Dia berharap bisa melihat si Bungsu dan Han Doi sepupunya.Namun jelas saja dia tidak bisa melihat mereka,selain belasan tentara yang hilir mudik,atau yang sedang duduk di sekitar api unggun yang menyala sepanjang malam.
“Engkau benar-benar mencintainya?”tiba-tiba Thi Binh di kejutkan oleh pertanyaan ayahnya.Kemudian perlahan pula dia mengangguk.Duc Thio menarik nafas panjang.
“Ayah keberatan?”katanya setelah ayahnya tak memberikan komentar apapun tentang angguknya barusan.
Duc Thio Menggeleng.
“Dia adalah lelaki yang tidak saja hebat,tetapi amat berbudi…”Thi Binh ucapanya ayahnya belum selesai.
Dia menanti.
“Dia seorang pengembara..”ujar ayahnya perlahan.
Thi Binh masih menanti kelanjutan ucapan ayahnya .
“Kemaren dia di Amerika,sebelumnya di Jepang,kini bersama kita disini…”
Thi Binh masih menatap pada ayahnya dengan diam.
Lama tak ada yang bersuara diantara mereka.
“Kita tak tahu,kemana dia akan pergi setelah ini Thi-thi…”
Thi Binh menjadi arif kemana tujuan ucapan ayahnya.
“Saya akan ikut kemana dia pergi…!”ujarnya perlahan.
Tak ada komentar dari ayahnya.
“Ayah mengizinkan kalau saya ikut dengannya…?”
Tak ada jawaban dari ayahnya.Thi Binh masih menanti.
“Ayah ikut bahagia,kalau engkau bahagia menikah dengannya.Thi Binh…tapi apakah itu mungkin…?”
Duc Thio benar-benar tak mau mematahkan semangat anaknya.Dia amat tak keberatan kalau anaknya yang berusia muda belia itu,mencintai si Bungsu.Kepahitan hidup membuat anaknya itu,dan ribuan anak-anak dalam kecamuk perang lainnya,menjadi jauh lebih dari dewasa dari usia mereka sebenarnya.
Dia sungguh berbahagia kalau anaknya benar-benar bisa menikah dengan lelaki dari Indonesia itu.Dia hanya ingin anaknya menyadari,untuk mencintai lelaki seperti si Bungsu bukanlah hal yang sulit,namun untuk hidup dengan lelaki pengembara seperti dia,merupakan hal yang sangat pelik dan nyaris mustahil.
Duc Thio ingin anaknya memahami hal itu dengan baik.Agar kelak dia memang menemukan apa yang dikhawatirkan itu,dia bisa memahami dan siap mental.Thi Binh sendiri memahami apa yang ada di fikiran ayahnya.
“Ayah tak keberatan saya mencintainya?”Duc Thio menggeleng.
“Ayah mengizinkan kalau suatu saat saya menikah dengannya?”
Duc Thio kembali mengangguk.Thi Binh memeluk ayahnya.Matanya basah.
“Terima kasih ayah.Saya mencintai dia.Saya tak tahu kenapa saya bisa mencintainya.Kendati saya hanya melihat dia dalam mimpi.Terimakasih ayah mengizinkan saya mencintainya.Tentang menikah,biarlah Tuhan yang menentukan kelak…”ujarnya perlahan.
Duc Thio membelai kepala anak gadisnya.Matanya juga basah.Dia amat bersyukur karena si Bungsu demikian cepat dapat memulihkan tidak hanya kondisi fisik anaknya,tetapi juga kondisi jiwanya.Dia semula amat khawatir trauma atas perkosaan panjang yang dialami anaknya di barak-barak tentara Vietkong itu akan menghancurkan hidup anaknya sepanjang hayat.Kini ke khawatiran itu telah lenyap sudah.
Jauh di bawah sana,si Bungsu dan Han Doi sudah berkumpul di balik batu-batu besar di kaki bukit tempat mereka mengatur penyelusupan.
“Dua barak yang saya periksa hanya tempat tentara tidur…”ujar si Bungsu sambil bersandar di batu besar di belakangnya.
“Saya menemukannya.Di barak yang di tengah sana adalah tempat penyimpanan senjata,amunisi dan dinamit…”ujar Han Doi.
Si Bungsu menjulurkan kepala di sela batu,memperhatikan barak yang dilihat Han Doi tempat penyimpanan amunisi dan bahan peledak tersebut.Barak itu memang lebih kecil sedikit di banding barak yang lain.Letak barak itu di tengah,di depannya terlihat beberapa tentara duduk mengelilingi api unggun,sambil menengak minuman keras.
“Ada penjagaan di bahagian depan …?”tanya si Bungsu.
“Tidak.Nampaknya mereka sangat yakin tempat ini takkan pernah di jejak orang lain.tak satupun barak yang di jaga,termasuk barak amunisi itu…”ujar Han Doi.
“Baik.Waktu kita sangat pendek.Semakin cepat kita meninggalkan tempat ini semakin baik,sebelum di ketahui dan diburu.Untuk itu,pertama kita harus mengambil peluru seperlunya,dan beberapa dinamit dan usahakan mereka tak curiga jika memeriksa kotak penyempinan peluru dan dinamit.Dan kemudian kita akan mencari dimana tawanan Amerika itu disekap.Kini kita harus bergeser ke arah barak senjata itu…”ujar si Bungsu.
Lalu mereka memperhatikan situasi.Kemudian keduanya mulai bergerak membungkuk.Menyelinap diantara pepohonan dan batu-batu besar kearah belakang barak amunisi tersebut.Di belakang barak itu,sekitar berjarak lima belas meter,mereka bersembunyi beberapa saat.Memang tak ada penjagaan dan malam begitu kental gelapnya.Namun mereka tetap harus ekstra hati-hati.
Ketika keadaan dirasa aman,si Bungsu memberi isyarat.Mereka merayap kebahagian belakang barak yang ternyata tak memiliki jendela.Si Bungsu memberi kode agar han Doi ke bahagian pinggir kanan barak.Mengawasi kalau-kalau ada yang datang sementara dia berusaha mencongkel agak dua keping papan dinding,sebagai jalan masuk.
Han Doi merayap menyelusuri dinding.Mengintip ke bahagian depan barak.Dia melihat tiga tentara Vietnam yang duduk di bahagian kanan api unggun. Mereka sedang bicara dan tertawa kecil.Dua tentara lainnya telah tertidur.Hanya itu yang dapat di lihatnya dari tempatnya.
Beberapa orang yang duduk di dekat api unggun,di sebelah kiri tak terlihat olehnya.Pandangannya terhalang oleh dinding barak itu.Dia memberi isyarat.Si Bungsu segera beraksi.Dengan samurai kecilnya dia mencungkil papan dinding.Namun ternyata tak mudah.
Ada beberapa dia berusaha,barulah bisa satu papan di congkelnya.Lobang dari sehelai papan itu masih belum bisa untuk meloloskan diri kedalam.Dia berusaha menanggalkan sekeping lagi.Namun saat itu dia mendengar isyarat dari Han Doi.
“Ada yang mendekat kemari…”bisik han Doi.
Si Bungsu duduk di tanah dan bersandar kedinding,bersiaga dengan bedilnya.kemudian menanti dengan perasaan tegang.Han Doi menarik kepalanya sedikit.Mengintai seorang tentara Vietnam yang tegak dari api unggun,dan berjalan sempoyongan ke arahnya.
Han Doi meletakkan bedil.Kemudian mencabut pisau dari punggungnya.Dia rasa lebih aman membunuh tentara yang satu ini dengan pisau di banding bedilnya.Mereka bisa membunuhya diam-diam,dan bergerak cepat meninggalkan tempat ini.Jika dengan tembakan pasti akan membangun semua tentara dan memburu mereka.
Tapi tentara Vietnam yang bangun sempoyongan itu hanya mau kencing,sekitar lima depa dari sudut barak tempat Han Doi menanti,dia berhenti.Di dekat dia tegak ada tiga buah tong.Dia membuka celananya,kemudian sambil menggumamkan sebuah senandung,dia pun kencing.Kemudian melangkah kembali ke arah api unggun.
Karena mabuk dia lupa mengancingkan buah celananya yang tadi dia buka saat kencing,Han doi memberi isyarat kalau keadaan sudah aman.Si Bungsu kembali berusaha mencongkel papan dinding barak itu.Tak lama usahanya itu berhasil.Dia memberi isyarat agar han Doi tetap mengawasi dua sisi rumah itu.Sementara dia akan masuk ke gudang amunisi itu untuk mengambil apa yang di perlukan.
Setelah Han Doi membalas dengan kode kalau dia mengerti,si Bungsu segera menyelinap masuk.Barak itu di terangi sebuah lampu dinding.Meski samar-samar,tapi dia bisa bergerak bebas.Dia mengambil sebuah ransel.Lalu mencari peti peluru yang sama dengan senapan mereka.Saat dia mengaut peluru dari peti itu dan memasukkannya ke ransel,dia dengar ketukan halus di dinding belakang.Si Bungsu menghentikan gerakan.
Kembali dia dengar ketukan pendek.Dia segera tahu Han Doi tengah mengetuk dengan memakai sandi morse.Meski agak samar-samar dia segera tahu,ada dua tentara bergerak ke arah Han Doi.Han Doi berdebar.Kedua tentara itu ternyata membawa senter.Dia menoleh kearah si Bungsu masuk.Ternyata papan yang tadi tempat si Bungsu masuk,sudah ditutup kembali.
Sebagai bekas tentara vietnam selatan yang cukup kenyang pertempuran,dan bekas intelijen pula,han Doi tahu apa yang harus di lakukannya.Dengan cepat dia membuka baju yang dia pakai.lalu menghapus jejak mereka tadi di tanah.dia kembali mengetuk,perlahan beberapa kali pada dinding.Kemudian dengan cepat menyelinap ke hutan dan bebatuan sekitar sepuluh meter di belakang barak.
Si Bungsu yang mendengar ketukan itu tahu kalau Han Doi bersembunyi di balik bebatuan di belakang barak.Dia menanti dengan dia di dalam barak itu.Kedua tentara yang tadi berjalan kearah Han Doi itu,menyenteri arah kanan belakang barak itu.Kemudian kearah belakang barak amunisi.Firasat Han Doi yang mengatakan kalau kedua tentara itu akan memeriksa ternyata benar.Untung saja si Bungsu kembali menutup dinding yang dia congkel tadi.Sehingga dalam jarak tempat tentara itu menyenter tak terlihat sesuatu yang ganjil di dinding barak itu.
Si Bungsu mendengar langkah kedua tentara Vietkong itu di belakang barak.Dia duduk bertopang dagu diantara peti-peti senjata itu.Memperlihat senapan-sanapan mesin dan peluncur proyektil anti tank.Ketika dia dengar lagi ketukan didinding,kembali dia mengisi ranselnya dengan peluru.

Dalam Neraka Vietnam -bagian-596
Dia ingin mengambil peluncur proyektil antitank, atau sebuah senapan mesin ringan. Namun jika itu dia lakukan, tentara Vietnam akan segera mengetahuinya. Mereka akan siaga, melakukan penyisiran di seluruh hutan dan bukit, dan bisa saja mereka segera memindahkan tawanan. Dia tak ingin hal itu terjadi. Jika yang diambil hanya sebuah ransel, peluru dan beberapa batang dinamit, kehadiran mereka takkan segera diketahui.
Sebab ada puluhan ransel, berpeti-peti peluru dan dinamit. Tak mungkin mereka menghitung peluru butir demi butir dan dinamit batang demi batang. Beda halnya jika yang diambil senapan mesin atau peluncur proyektil anti tank. Jumlahnya yang tak seberapa menyebabkan kekurangan sebuah saja akan segera diketahui. Setelah merasa cukup, dia melangkah dengan hati-hati ke bahagian belakang barak.
Sebelum membuka dua keping papan yang tadi dia tutupkan, dia mengetuk dinding dengan halus. Dia mendengar ketukan yang menyatakan aman dari luar. Ditanggalkannya kedua keping papan itu kembali, kemudian merayap keluar. Di luar kembali dia memasang kedua papan itu, serta memakunya dengan cara khusus, sehingga jika tak diperhatikan dengan seksama, orang takkan tahu bahwa papan itu pernah dibuka secara paksa, dan peluru dan dinamit dari dalam barak tersebut telah dicuri.
Dia memberi isyarat pada Han Doi yang berjaga-jaga di sudut barak tersebut. Kemudian mereka bergerak mundur, sambil menghapus jejak yang ditinggalkan di belakang barak amunisi itu. Di sebalik batu besar dimana mereka tadi mengatur siasat, mereka berhenti sebentar.
“Masih ada sisa waktu, untuk kita mencari goa yang dikatakan Thi Binh sebagai tempat menyekap tawanan Amerika itu…” bisik si Bungsu.
“Barangkali kita tak perlu susah-susah mencari…” bisik Han Doi, yang masih tegak dan menatap ke arah barak.
Si Bungsu menatap temannya itu. Dia tak faham apa yang dimaksud Han Doi. Orang Vietnam itu memberi isyarat agar si Bungsu berdiri. Dia menunjuk ke sela antara dua barak yang baru mereka tinggalkan. Di depan sana, di sela bukit-bukit batu yang tegak menjulang, kelihatan empat orang sedang berjalan menuju ke barak yang terdapat persis di sebelah barak amunisi yang tadi dimasuki si Bungsu.
Di bawah pantulan cahaya api unggun dengan jelas kelihatan bahwa dua di antara orang yang sedang berjalan itu adalah wanita. Dua lagi lelaki. Kedua lelaki itu tak disangsikan lagi adalah tentara Vietnam. Hanya anehnya, kedua lelaki itu tak membawa bedil. Mereka berempat berjalan seolah-olah baru pulang dari pasar saja laiknya.
Dua orang lagi, kendati memakai celana panjang dan kemeja lengan panjang model tentara, bisa dipastikan wanita. Itu terlihat dari rambut mereka yang tak mengenakan topi. Dan warna rambut itu yang memastikan mereka bukan orang Vietnam. Rambut kedua wanita itu pirang.
Wanita Amerika di barak tentara Vietnam! Bisa dipastikan bahwa mereka adalah tawanan. Namun yang terasa ganjil di hati si Bungsu dan Han Doi, dalam perjalanan dari sela-sela bukit ke barak, kedua wanita itu terdengar saling ngobrol dengan kedua tentara Vietnam yang mengiringi mereka. Malah pembicaraan mereka di sela dengan tertawa renyah si wanita.
Kedua wanita berambut pirang dan bicara dalam bahasa Inggeris itu diantar ke barak yang berada di kiri barak amunisi. Mereka
masuk ke dalam, dan kedua tentara yang mengiring kannya ikut bergabung dengan teman-temannya di sekeliling api unggun. Si Bungsu ternganga melihat kenyataan itu. Dia menggelengkan kepala, seolah-olah tak bisa mempercayai penglihatannya.
Dia tak tahu apakah salah seorang di antara kedua wanita berambut pirang itu adalah gadis yang bernama Roxy Rogers, anak tunggal multi milyuner Amerika bernama Alfonso Rogers, yang sedang dia cari untuk dibebaskan dan dikirim kembali kepada ayahnya di Amerika sana.
“Well, bagaimana?” suara Han Doi mengejutkan si Bungsu.
“Kita harus menyelidiki, apakah di antara kedua wanita tadi ada yang bernama Roxy Rogers…” bisik si Bungsu.
“Coba saya lihat fotonya sekali lagi…” ujar Han Doi.
Si Bungsu mengambil dompet dari kantong belakang celananya. Mengeluarkan foto berwarna ukuran 4 x 6 cm, yang dibuat secara khusus dengan campuran plastik. Kendati berlipat-lipat atau kena air, foto itu tetap selamat. Han Doi berjongkok, kemudian menyorot foto itu dengan senter sesaat.
Lalu mematikan senternya dan mengembalikan foto tersebut kepada si Bungsu. Meski sebenarnya dia sudah dua tiga kali melihat foto itu, dia harus mengakui bahwa gadis yang bernama Roxy itu adalah seorang gadis cantik dan menggiurkan. Kecantikan itu pasti akibat kawin campuran. Karena dia lahir dari blasteran, ayahnya yang Amerika turunan Spanyol dan ibunya yang Amerika asal Irlandia Utara.
“Kita mencoba mencari tahu ke barak itu?” tanya Han Doi.
Si Bungsu mengangguk sambil meletakkan ransel berisi peluru dan dinamit di sela batu. Sesaat mereka memperhatikan keadaan sekeliling, kemudian mulai menyelusup ke arah barak yang dimasuki kedua wanita berambut pirang dan berbahasa Inggris tadi. Kedua mereka, selain ingin memastikan apakah salah seorang dari kedua wanita itu adalah Roxy, juga ingin tahu apa yang mereka perbuat di barak tentara pada malam selarut ini.
Begitu sampai di belakang barak, si Bungsu memberi isyarat aga mereka mengambil tempat di sudut menyudut barak itu. Si Bungsu di sudut kiri, Han Doi di sudut kanan. Posisi itu menyebabkan mereka bisa mengawasi bahagian kiri dan kanan barak tersebut, kalau-kalau ada tentara yang bergerak menuju belakang barak untuk terkencing atau patroli. Si Bungsu segera mencari celah pada dinding, untuk mengintip ke dalam.
Dia menemukan sebuah lobang kecil, dan mendekatkan mata. Namun yang terlihat hanya cahaya suram lampu dinding dan pandangan selebihnya terhalang oleh sebuah mantel hujan yang digantungkan pada sebuah paku. Han Doi lebih beruntung. Dia segera menemukan sebuah celah pada papan yang besarnya sekitar dua jari dan panjangnya sekitar lima sentimeter. Dari tempatnya dia melihat salah seorang wanita berambut pirang tadi.
Dia segera memastikan wanita itu bukan Roxy, sebagaimana fotonya yang barusan diperlihatkan si Bungsu. Dia segera pula memastikan bahwa wanita itu memang orang Amerika, atau Inggris. Dia mencoba mencari tahu di mana wanita yang seorang lagi. Namun barak ini nampaknya khusus untuk para perwira. Itu dapat dilihat dari tempat yang sedang dia intip. Tempat itu disekat-sekat setinggi dua meter dari lantai, sehingga membentuk sebuah kamar berukuran 2 x 3 meter.
Wanita itu tegak sesaat di depan pintu kamar. Menatap ke tempat tidur. Dekat tempat tidur berdiri seorang perwira Vietnam, yang usianya sekitar 30-an tahun, berbadan tinggi dan agak kurus, hanya memakai handuk sebatas pinggang. Mereka bertatapan. Dan tiba-tiba sama-sama maju, dan berpelukan, lalu berciuman dengan sama-sama penuh nafsu. Han Doi kaget melihat peristiwa itu.
Sepanjang cerita yang dia dengar selama ini, wanita Amerika yang ditangkap Vietnam selalu saja menjadi korban perkosaan. Artinya, mereka sungguh-sungguh melawan ketika tentara menjahili mereka. Mereka terpaksa melayani nafsu setan tentara Vietnam Utara karena mereka tak mampu melawan. Ada yang dipukuli sampai pingsan, ada yang diikat ada yang diberi obat bius, sebelum mereka akhirnya diperkosa.

Tidak ada komentar: