Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 613-614-615

Dalam Neraka Vietnam -bagian 613-614-615


Dalam Neraka Vietnam -bagian- 613
makmur hendrik
Di belakang barak si kolonel ada sebuah kamar mandi darurat yang airnya dialirkan dari bukit-bukit batu tak jauh dari belakang barak dengan slang bambu. Kamar mandi itu merupakan tempat para perwira mandi. Kalau prajurit yang lain mandinya ke sungai semua. Kamar mandi tersebut didinding dengan papan kasar. Jadilah dia dinding apa adanya.
Papan seperti itulah yang dibuat untuk dinding seluruh barak dan kamar mandi perwira. Tentu saja ada bahagian-bahagian yang tak begitu rapat. Dari celah dinding itulah si mayor sering ngintip bila Thi Binh atau wanita-wanita lainnya mandi. Wanita-wanita itu, semuanya, termasuk Thi Binh, memang tak terbiasa memakai kain basahan ketika mandi. Hal itu amat membuat si mayor bersuka cita.
Kini, setelah si kolonel mendapat mainan baru, si besar pinggul yang baru datang itu, Thi Binh segera diantarkan seorang sersan ke barak si mayor. Di sini gadis itu harus menderita selama sepuluh hari. Saat si kolonel selesai dengan gadis berpinggul besar itu, dia lalu menyerahkan pada si mayor agak empat atau lima hari, kemudian ditempatkan di barak seorang kapten.
Setelah para perwira menikmati tubuhnya, pada bulan kedua Thi Binh baru diantar ke barak dimana belasan wanita lain sudah sejak lama disekap. Thi Binh tak tahu, mana neraka yang lebih jahanam antara barak perwira atau di barak umum ini. Para prajurit datang silih berganti. Kadang-kadang sehari dia dipaksa melayani empat sampai tujuh prajurit. Dan tiga bulan di barak umum itu, akhirnya dia diserang sipilis.
Di tubuhnya, termasuk di bibirnya, muncul kudis yang mengeluarkan nanah yang baunya amat menusuk. Dia segera dikembalikan kepada ayahnya di kampung, dan hanya beberapa hari di kampung, lelaki dari Indonesia yang bernama Bungsu itu muncul bersama Han Doi.
SI BUNGSU terkejut melihat tubuh Thi Binh menggigil. Roxy yang tegak tak jauh dari si Bungsu juga kaget melihat betapa tubuh gadis yang sering dibuatnya cemburu itu menggigil hebat, sementara matanya menatap lurus ke depan. Si Bungsu menoleh ke arah yang ditatap Thin Binh. Dia yakin, gadis itu menatap kolonel yang mondar-mandir di depan belasan pasukannya di tengah lapangan, di depan barak-barak sana.
Si Bungsu melihat Thi Binh tiba-tiba mengangkat bedilnya. Namun sebelum bedil itu meledak, si Bungsu perlahan memegang lengan gadis itu. Kemudian memegang bedilnya. Dia menggeleng, memberi isyarat agar jangan terburu-buru.
“Belum sekarang Thi-thi. Kita semua akan terbunuh jika engkau meletuskan sebuah peluru saat ini. Lagi pula, peluru bedilmu takkan mencapai perwira di tengah lapangan sana. Kalaupun sampai pasti hanya sekedar melukai, takkan mematikan. Sabarlah, sebentar lagi.
Jika belasan tentara yang tadi berangkat sudah dihadang pasukan Kolonel MacMahon, kita akan menyerbu mereka yang di depan sana. Engkau boleh membunuh mereka. Membalas dendammu…” bisik si Bungsu perlahan.
Thi Binh menurunkan bedilnya. Matanya basah, dadanya berombak menahan bara dendam. Roxy yang tegak di samping kiri si Bungsu kini bisa menerka apa yang sudah terjadi pada diri Thi Binh. Diam-diam dia tak hanya merasa menyesal membuat gadis itu keki, tapi juga merasa kasihan pada nasibnya. Perlahan dia menggeser tegak melewati si Bungsu, mendekati Thi Binh.
Gadis yang didekati itu kembali mendelikkan mata melihat orang yang dianggapnya perempuan gatal ini mendekati dirinya. Hatinya sudah sejak tadi bengkak melihat si gatal ini lengket terus di dekat si Bungsu. Kayak perangko dengan amplop saja. Akan halnya Roxy, yang memang jauh lebih dewasa dibanding Thi Binh yang berusia lima belas tahun itu, tak lagi berminat memperuncing suasana.
Biasanya dipelototi seperti itu, dia akan membalas dengan cengar-cengir dan malah semakin mendekati si Bungsu. Namun kali ini, dia mendekati ‘saingannya’ itu dengan wajah jernih.
“Maafkan jika tadi saya menyakiti hatimu. Nasib buruk yang menimpa dirimu terlebih dahulu menimpa diriku dan teman-temanku yang lain, yang mereka sekap dalam goa di bukit cadas itu. Bedanya, karena kalian anak negeri ini, kalian dipaksa menjadi pemuas nafsu mereka terus menerus. Sementara kami hanya dipakai saat-saat mereka perlukan. Kolonel laknat yang di depan sana, adalah orang yang menodai diriku untuk kali pertama. Kemudian bergantian perwira-perwira yang lain. Saya rasa hal itu juga engkau alami. Namun, nasib kita tak jauh berbeda adikku…” bisik Roxy perlahan sambil memegang bahu Thi Binh.
Mendengar cerita perawat Amerika yang semula amat dicemburuinya ini, yang mengalami nasib yang sama dengannya, hati Thi Binh tiba-tiba runtuh. Dia tak mampu menahan air mata dan menangis sesunggukan. Roxy memeluknya dengan lembut. Thi Binh menyandarkan kepalanya ke dada perawat itu, dan menumpahkan tangisnya di sana. Si Bungsu manarik nafas terharu dan gembira.
Terharu mendengar nasib yang juga menimpa Roxy. Gembira karena kedua wanita yang semula saling bermusuhan seperti kucing dengan tikus itu kini sudah akur, malah saling peluk. Dia bukannya tak tahu, Thi Binh marah pada Roxy karena merasa cemburu. Cemburu karena Roxy sengaja berpura-pura mendekatinya.

Dalam Neraka Vietnam -bagian- 614

si bungsu“Saya rasa sebentar lagi pasukan tadi sudah akan sampai di tempat jebakan Kolonel MacMahon. Sebaiknya kita mendekati barak itu, serta mengatur strategi…” bisik si Bungsu pada Letnan Rodney Duval, anggota SEAL Amerika yang menyertainya.
“Anda yang memegang komando, Pak. Saya siap menerima perintah…” ujar Letnan Duval, yang diselamatkan nyawanya oleh si Bungsu dalam pertarungan sekeluar dari goa sekapan pagi tadi.
Kata-kata yang dia ucapkan terjauh dari basa-basi. Sampai saat ini dia tak yakin lelaki ini bukan anggota tentara. Kemahiran yang dia miliki, melebihi pasukan SEAL, yang di Amerika sana sangat disegani oleh pasukan elit manapun. Diam-diam Duval yang saat di goa itu memang menganggap enteng lelaki Indonesia ini, kini berbalik mengaguminya.
Betapa dia takkan kagum, di goa itu saja lelaki ini sendirian menghabisi empat tentara Vietnam tanpa sebuah peluru pun. Padahal keempat tentara Vietnam itu memegang bedil yang siap memuntahkan peluru.
“Barak yang di tengah itu adalah gudang senjata. Kita akan mendekati barak itu. Saya akan menyelusup ke dalam. Barangkali saya bisa mengambil dua buah senapan mesin ringan. Kalian bertiga berjaga-jaga di luar. Jika ada yang mencurigakan, jangan membuang waktu. Tembak saja. Sekarang kita berangkat…” bisik Bungsu.
Namun dia terhenti saat teringat Thi Binh dan Roxy.
“Thi-thi, Roxy, ikut kami dari belakang. Hati-hati…” ujarnya.
Kedua gadis itu sama-sama mengangguk. Lalu mereka segera menyelusup di balik lindungan belantara, mendekati barak-barak tersebut. Si Bugsu berada di depan, menyusul Thi Binh dan Roxy. Di belakang sekali berada Letnan Duval.
“Kolonel itu bahagian saya. Dia harus merasakan pembalasan saya…” desis Thi Binh sambil menyelinap di balik sebatang pohon besar.
“Ya, jika pun saya yang berhasil menangkapnya, dia akan saya serahkan padamu, Thi-thi…” bisik Roxy yang berada di sisinya.
“Terimakasih, Roxy…” ujar Thi Binh dengan perasaan terharu, sambil menatap pada ‘bekas musuh’nya itu.
Kendati kedua wanita itu bicara berbisik, namun si Bungsu mendengarnya dengan jelas. Dia menarik nafas panjang, lega. Tiba-tiba hampir serentak langkah mereka terhenti dan masing-masing pada merunduk di tempat yang tersembunyi. Dari kejauhan mereka mendengar rentetan tembakan, sahut bersahut. Ke empat mereka tahu, suara tembakan itu berasal dari tempat di mana Kolonel MacMahon berada. Itu berarti pasukan Vietnam yang menyusul teman-teman mereka yang dihabisi rombongan Duc Thio, masuk perangkap MacMahon.
“Sekarang giliran kita…” bisik si Bungsu sambil kembali bergerak maju, diikuti ke tiga anggota ‘pasukan’nya.
Dia berhenti di balik sebuah batu besar yang ditumbuhi pohon jenis beringin yang rindang. Kemudian menatap ke lapangan di tengah deretan tentara Vietnam, yang kini jaraknya dari tempat mereka hanya sekitar dua puluh depa. Dia memberi isyarat pada Duval, bahwa dia akan memasuki salah satu barak itu dari belakang, dan minta Duval mengawasinya. Kemudian dia mendekati tempat Thi Binh dan Roxy.
Dengan berbisik dia minta agar mereka tetap di tempatnya masing-masing. Setelah sekali lagi memperhatikan si kolonel di tengah lapangan sana, yang bersama belasan orang anggota pasukannya sedang menatap ke arah datangnya suara tembakan, si Bungsu mulai mendekati barak senjata yang malam tadi dia masuki. Dia harus merayap ketika melintasi sungai kecil dan dangkal lima depa dari barak.
Di bawah tatapan mata ketiga orang yang dia tinggalkan di belukar di belakangnya, si Bungsu segera mencapai barak tempat menyimpan senjata itu. Dia menyesal juga kenapa malam tadi tidak teringat mengambil senapan mesin ringan jenis bren yang di dalam barak itu ada tiga atau empat buah. Kini dia masuk dengan perasaan khawatir, kalau-kalau senapan mesin itu sudah diambil semua oleh tentara Vietnam dalam upaya memburu mereka.
Di bawah terik matahari dia segera membuka dua keping papan yang malam tadi memang sudah dia copot pakunya. Dia beruntung tak ada patroli. Sebahagian besar tentara Vietnam sudah disebar memburu mereka. Yang tinggal di barak tak menyangka sama sekali kalau orang yang mereka buru justru hanya berada beberapa depa di belakang barak mereka.
Tambahan lagi kini perhatian mereka tertuju pada suara tembakan yang terdengar cukup jelas di perbukitan batu di bahagian barat sana. Ketika sudah berada di dalam barak, si Bungsu merasa lega.

Dalam Neraka Vietnam -bagian-615
Di sana masih dua senjata mesin jenis bren tersebut.Kemudian ada beberapa peluncur roket anti pesawat udara.Diambilnya kedua buah bren dengan peluru berantai itu.Pelurunya dia masukkan ke ransel.
Kemudian dia ambil empat buah roket anti pesawat udara,berikut dua buah peluncur roket.Dia bergegas kebagian belakang.Kemudian keluar.Dia merasa tak perlu menutupkan kembali papan yang copot.Tak ada gunanya.Thi Binh menahan nafas ketika melihat tangan si Bungsu mengulurkan senjata yang dia curi itu dari Dalam barak.
Dia khawatir tiba-tiba saja dan ada tentara Vietnam menuju kebelakang barak.Gadis itu,juga Roxy,baru menarik nafas panjang dan lega ketika si BUngsu sudah berlari kearah mereka.Mereka tak tahu bahwa telunjuk Duval senantiasa berada di pelatuk bedil.Dengan menata nanap menatap kearah apapun yang bergerak mendekati barak tersebut,baik dari depan maupun dari belakang.
Dia sudah merencanakan,jika ada yang bergerak kebarak,dia akan menembaknya.Kemudian sasaran berikutnya adalah sang Kolonel.Dia akan membunuh kolonel tersebut,untuk menimbulkan kepanikan di antara pasukan tersebut.Tapi unutnglah tak satupun,diantara belasan tentara Vietnam yang berada di lapangan depan barak itu yang mendekati barak yang di masuki si Bungsu,kini si Bungsu sudah di dekat mereka.
Suara tembakan dari kejauhan,dari tempat kolonel MacMahon berada,masih terdengar secara sporadis.Tak lagi segencar yang pertama.Letnan Duval segera memasukan rantai peluru kedua bren yang dibawa si Bungsu.Kemudian juga memasukkan masing-masing sebuah roket kedua buah tabung howitzer,yang dipakai sebagai senjata anti pesawat udara atau anti tank.si Bungsu menatap Thi Binh.Kemudian berkata perlahan.
“Thi-thi,waktu kita sangat pendek.Kita tak mungkin menangkap Kolonel itu.Tapi,engkau tetap bisa membalaskan dendam mu.Dari sini,dengan howitzer ini engkau bisa membuat tubuhnya menjadi serpihan daging…”
Mata Thi Binh berkilat.Kemudian dia menatap si kolonel itu.yang masih petentengan di tengah lapangan sana.Si Bungsu menatap pada Duval.
“Letnan,kau tuntun dia menembakkan howitzer ini,agar apa yang dia ingin dia peroleh…”
“Siap,pak…!”jawab Duval sambil mengangkat sebuah howitzer.
Dia memperagakan cara mempergunakan senjata berbentuk tabung itu.Senjata itu diletakkan di bahu,bahagian yang agak kecil di hadapkan kedepan.Lalu dia menunjukan pelatuknya.Pada saat yang sama si Bungsu meletakkan sebuah bren diatas batu,lalu memberikan howitzer yang satu lagi kepada Roxy.
“Bersamaan dengan isyarat Letnan Duval,Thi-thi menembak si Kolonel,anda menembak gudang senjata mereka.Saya akan menembaki tentara yang berkeliaran…”ujarnya.
Gadis itu menatap dengan mata berkilat pada si Bungsu,kemudian mengangguk dn mengangkat howitzer ke bahunya.Dia tentu saja sudah paham mempergunakan senjata itu.Dia membidikkannya kearah barak persenjataan Vietnam,sekitar dua puluh depa di depan mereka.
“Berapa lama peluru howitzer ini mencapai sasaran setelah di tembakkan?”tanya si bUngsu pada letnan Duval.
Duval memandan kolonel itu,memperkirakan jarak mereka dengan si kolonel.
“Antara dua detik sampai tiga detik…”jawabnya.
“Dengar Thi-thi,aku akan berteriak seolah-olah memanggil kolonel itu.Dia akan menoleh kemari,aku akan melambai-lambaikan tangan.Dia tentu kaget dan heran,saat itu kau tarik pelatuk howitzer mu,saat dia melihat kemari,paham?”Thi Binh mengangguk.Letnan Duval tersenyum.
“Bisa kita mulai?”
“Bisa pak,anda panggilah sahabat anda itu,pak…”jawab Duval.
Si Bungsu lalu berteriak sekuat tenaga beberapa kali.Kolonel itu,serta dua orang tentara lainya celingukan mencari-cari datangnya suara itu.Si Bungsu mengeluarkan handuk kecil dari sakunya,kemudian melambaikannya.Si Kolonel melihatnya,dan berbicara pada tentara di sampingnya.Saat itulah Duval menyuruh Thi Binh dan Roxy menarik pelatuk Howitzernya.
Terdengar suara mendesis tajam,ketika proyektil dari dua tabung di bahu Thi Binh dan Roxy meluncur keluar.Si Kolonel menjadi curiga karena sekilas dia seperti melihat asap tipis di bukit bebatuan itu.Namun kecurigaanya itu sudah terlambat,benar-benar terlambat.Jarak antara dia dengan asap tipis yang di lihat itu terlalu dekat bagi roket anti pesawat.
Pada saat yang bersamaan,dua ledakan hebat terjadi.Ledakan pertama terjadi ketika roket Roxy menghantam gudang senjata.Sedetik kemudian wajah si kolonel seperti’menabrak’ sesuatu.Kemudian si kolonel dan lima orang tentaranya seperti lenyap kedalam ledakan dasyat.Tubuh si kolonel dan kelima anak buahnya benar-benar jadi serpihan daging.
Beberapa tentara yang berdiri jauh dari si kolonel dan lima atau enam tentara itu terkejut tatkala setelah suara ledakan tubuh mereka di landa serpihan kain,daging,tulang,dan cipratan darah.Mereka tak lagi melihat kolonel dan teman-teman mereka.Semua lenyap bersama ledakan itu.
Mereka seperti tak sempat di buat terkejut,sebab disaat yang bersamaan dengan ledakan yang menghantam sang kolonel terjadi ledakan susul menyusul.Pertama ledakan yang menghancurkan gudang senjata,kedua ledakan mesiu dari ledakan gudang senjata itu menyebar kemana-mana menjadi bola liar yang menghantam tentara yang di barak maupun di luar.
Kepanikan terjadi melanda beberapa tentara yang masih hidup.Mereka lari ber tempasan,ada yang berlari mencari perlindungan.Dan ada yang lari mencari tempat untuk melakukan balasan dari serangan yang tahu berasal dari mana.Malang nya begitu mereka bergerak tubuh mereka di hajar muntahan senjata mesin si Bungsu.
Beberapa orang diantaranya rebah seperti pohon pisang di tebang parang tajam.Terjungkal berkuah darah dan mati.Hanya dua atau paling tiga yang selamat.Mereka tiarap ditanah seolah-olah sudah mati dan sebagian memang sudah tak bernyawa lagi.
Si Bungsu menatap Thi Binh yang masih tegak tak bergerak,denag howitzer di bahu,dan mata nanap memandang kearah sang kolonel yang sudah lenyap itu.Perlahan dia ambil howitzer dari bahu gadis itu,sedangkan Thi Binh masih terus menatap ke areal barak dan seperti tak percaya kalau dialah yang mencabut nyawa si kolonel.
“Seluruh kepingan dagingmu akan langsung ke Neraka..”bisik hatinya,menyumpahi si kolonel yang tubuhnya sudah hancur lebur dengan sepenuh dendam.
“Dendam mu sudah terbalaskan,Thi-thi…”ujar si Bungsu sambil memegang bahu si gadis.
Thi Binh seperti baru sadar dari mimpi buruk yang selalu menghantuinya,dia memeluk si Bungsu dan menagis terisak-isak.
“Terimakasih,Bungsu…Terimakasih…”ujarnya.Roxy menatap kedua orang itu dengan diam.
Di Balik sebuah bukit,sekitar seratusan meter dari barak yang sedang mengalami kiamat kecil itu,ada beberapa barak panjang.Di barak itu dijejali belasan wanita Vietnam berusia diantara 14 sampai 20 tahun,yang rata-rata berwajah elok.Mereka dijadikan sebagai pemuas nafsu bagi ratusan tentara Vietnam di barak itu.Setiap tentara yang akan memuaskan nafsunya,harus menyerahkan sebuah kupon pada wanita tersebut.
Kupon itu dapat diambil pada perwira keuangan,yang mencatatnya,dan akan di potong langsung dari gaji mereka.Bagi wanita-wanita tersebut,pada saat mereka di lepas,biasanya karena jatuh sakit atau di anggap”sudah ketinggalan seri”,mereka dapat menukarkan kupon yang mereka kumpulkan ke perwira keuangan,dengan nilai tertentu tiap kuponnya.

Tidak ada komentar: