Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 580-581

Dalam Neraka Vietnam -bagian 580-581


menghunjamkan galah bambuDalam Neraka Vietnam -bagian-580-581
“Paha orang dewasa atau paha belalang?”
Thi Binh tertawa dan mencubit lengan si Bungsu.
“Sebesar pahamu…”ujar gadis itu.
“Haw,cukup besar.Ayo kita cari ikan sebesar itu…”ujar si Bungsu sambil melangkah ke tepi rawa.
Thi Binh mengikuti dari belakang.
“Tunggu saja disini.Jangan ikut masuk ke air….”ujar si Bungsu ketika akan melangkah memasuki air.
Senja sebenarnya belum turun utuh.Namun karena rawa itu dikepung belantara lebat,cuaca disana sudah cukup gelap.Dua depa melangkah ke air sudah setinggi betis si Bungsu.Dia tegak sambil menatap keair didepannya.Tangan kanannya mengangkat galah yang sudah diruncingkan itu setinggi bahu.
Thi Binh menatap dengan tegang.Begitu juga dengan Han Doi dan Duc Thio di bawah pohon sana.Tiba-tiba si Bungsu menghunjamkan galah bambu itu ke sebelah kanan.Galah itu meluncur sekitar empat depa,kemudian tertancap.Si Bungsu melangkah dua depa,merai galah itu,dan mengangkatnya.Namun galah itu kosong!
“Waw,ikan-ikan itu malu padamu.Nona kecil…”ujar si Bungsu pada Thi Binh.
Gadis itu tersenyum,melepaskan nafas yang tadi tertahan.Dan saat itu tiba-tiba si Bungsu menghunjamkan lagi galah yang runcing itu ke air,tetap kearah kanannya!Kali ini galah itu tidak di hunjamkan nya sambil di lepaskan seperti tadi.Bahagian ujung galah yang sepuluh depa itu tetap dia pegang.Ujung galah itu kelihatan menggeletar.Dan ketika di angkat si Bungsu,terlihat seekor yang agak putih,besarnya tak kurang dari sebesar paha Thi Binh,beratnya barangkali sekitar 10 kilo,tersate,menggelepar-gelepar.
“Dapat!Waw,dapat….!”teriak Thi Binh sambil melangkah ke air.
Si Bungsu menyerahkan galah itu padanya.Thi Binh lalu membawa ikan besar itu ke darat.
“Tunggu.Ikan itu harus kita buang isi perutnya…”ujar si Bungsu sambil mencabut parang yang dia sisipkan di pinggang.
Thi Binh menyerahkan kembali galah itu kepada si Bungsu.Si Bungsu mencabut ikan itu dari galah.Meletakkanya di tanah,kemudian membelah perutnya,mengeluarkan isi perut ikan itu dan melemparkannya ke rawa.
“Hei,.ikan ini bertelur…:ujar si Bungsu memperhatikan bagian di atas rongga perut ikan itu.Telurnya banyak sekali.
“Pernah makan telur ikan?”tanya si Bungsu.Thi Binh yang duduk mencangkung di samping si Bungsu menggeleng.
“Nah,nantikan rasakan betapa nikmatnya rasa telur ini..”ujar si Bungsu sambil mencuci ikan itu di rawa.
Namun ketika mereka sampai ke bawah pohon di mana dahan-dahan kering sudah di susun bersilang,masalah segera muncul.
“Tidak membawa korek api?”tanya si Bungsu.Han Doi menggeleng.
“Maafkan,saya lupa membawanya.Korek itu terletak di atas tungku…”ujar Duc Thio dalam nada bersalah.
Thi Binh menatap pada si Bungsu.Si BUngsu mengerdipkan mata kepada gadis itu.
“Anda membawa korek api kan?”ujar gadis itu tersenyum.sambil membalas kerdipan si Bungsu.
Si Bungsu menggeleng.
“Anda bohong.Pasti ada…”ujar Thi Binh.
“Sungguh mati,saya tidak merokok.Untuk apa saya membawa korek api?”ujar si Bungsu sambil meyerahkan ikan besar itu pada Han Doi.
“Cari kayu hidup sekitar satu depa,runcingkan dan tusuk ikan ini dari ekor sambil mulutnya,agar mudah di bakar.Kita coba menghidupkan apinya..”ujar si Bungsu.
Dia menatap keliling.Mencoba menembus kegelapan untuk melihat kalau-kalau di sekitar itu ada batu.Namun dari struktur tanah dan pepohonan rawa ini sebenarnya dia sudah tahu,tidak akan ada batu walau sebesar kelingking di areal ratusan meter di sekitar mereka.
“Kau benar-benar ingin makan ikan besar itu?”ujar si Bungsu pada Thi Binh.
“Ya,saya lapar sekali.Tapi bukan karena lapar itu,saya ingin menikmati bagaimana benar enaknya telur ikan…”ujar Thi Binh.
Si Bungsu menggelengkan kepala.
“Kenapa menggeleng?”
“Ada keinginanmu yang lebih besar dari sekedar mencicipi rasa telur ikan itu..”ujar si Bungsu.
“Apa?”ujar Thi Binh.
“Yang sangat kau ingin tahu,Nona kecil,adalah bagaimana cara aku membakar ikan itu tanpa korek api,bukan?”ujar si BUngsu.
Thi Binh ternganga.Sungguh,itulah yang memang paling di inginkannya. Perutnya memang lapar.Dia memang ingin sekali merasakan bagaimana enaknya telur ikan itu.Namun yang paling di inginkannya adalah bagaiman lelaki hebat yang selalu datang dalam mimpinya ini bisa menghidupkan api.
“Iya,kan?”tanya si Bungsu.
Thi Binh mencibir.Kemudian menggeleng dua kali.
“Syukurlah kalau memang tidak.Kita makan daging ikan mentah saja…”
Ucapan si Bungsu belum berakhir,segera di potong oleh cubitan Thi Binh ke lengannya.
“Lho,kok mencubit?Benar kan yang aku katakan..”
Thi Binh kembali mencibir,kemudian menggeleng.Namun cubitan tangannya semakin kuat ketika ia lihat si Bungsu akan menjawab seperti tadi.
“Baik,Baik..kau memang tak ingin melihat.Aku yang ingin pamer bagaimana nenek moyang kita dulu menghidupkan api,bukan?”ujar si Bungsu.
“Ya,harus begitu…”ujar Thi Binh sambil kembali menguatkan cubitannya,sehingga si Bungsu terpekik.
Thi Binh mengikuti si Bungsu ketika melangkah ke arah dahan-dahan kering yang sudah tersusun itu.Berjongkok dan mengambil sebuah dahan sebesar lengan yang cukup keras.Dengan parang dia potong dahan itu.Yang sepotong dia belah dua.Dari dahan yang terbelah dua itu,yang sebelah dia potong hingga panjangnya tinggal sejengkal.
Kemudian dia raut hingga sebesar jari,lalu ujungnya dia runcingkan.Yang sepotong lagi,yang masih utuh sebesar lengan,dia tetak,sehingga pada dahan itu itu tercipta lobang sebesar ibu jari dengan kedalaman sekitar tiga centimeter.Dahan kering sebesar lengan itu dia letakkan di tanah dekat dahan-dahan kering yang sudah tersusun rapi itu.
“Pegang ini..”ujar si Bungsu menyerahkan kayu sebesar ibu jari yang ujungnya sudah agak runcing itu.
Kemudian dia membuka jam tangannya.Menekan jam tangan itu beberapa kali.tiba-tiba dari badan jam itu melenting kawat baja halus sepanjang lebih kurang satu meter.kawat itu dia gelungkan dengan kuat beberapa kali ke kayu Thi Binh.
Kemudian si Bungsu mengumpulkan segenggam semak kering.Kemudian dia atur semak kering itu agak menutupi lobang di dahan yang dia buat tadi,kemudian berjalan kearh rakit dan mengambil sebuah handuk kecil dari tasnya.
“Baik,berdoalah,semoga api ini bisa hidup…”ujarnya sambil membelah handuk itu menjadi dua bahagian,masing-masing dia lilitkan ke tangan nya.Kemudian dia ambil kayu kecil yang di pegang Thi Binh.
“Saya akan memutar dahan kecil ini,jika saya beri tanda,terjadi gesekan ketika kayu ini berputar,anda yang menekannya,Nona kecil.Jika saya katakan keras,tekan dengan keras oke?”ujar si Bungsu pada Thi Binh.Gadis itu mengangguk sambil meraih dahan yang dibelah si Bungsu tadi.
Mereka berempat berlutut mengitari dahan kering berlobang yang ditutupi rumput kering halus itu.Si BUngsu memasukan ujung kayu runcing yang dia lilit dengan kawat baja tersebut ke lobang kecil itu.Kemudian dia mulai menarik kawat baja yang sebelah kanan dengan mengendurkan yang sebelah kiri.
Hanya sesaat,kini giliran kawat sebelah kiri yang dia tarik dan sebelah kanan yang dia kendurkan.Dalam beberapa tarikan,kayu itu mulai berputar.Makin lama putarannya makin kencang seperti gasing.
“Yap,tekan!!”ujar si Bungsu perlahan ketika kayu kecil itu mulai berputar laju.
Thi Binh menekankan belahan kayu di tangannya kebahagian atas kayu yang berputar ligat itu.Terjadi gesekan antara ujung kayu yang agak runcing itu dengan tepi lobang di dahan kayu kering yang di bawahnya.
“Agak keras…”ujar si Bungsu.
Thi Binh menekan agak keras.Gesekan kayu yang berputar kencang itu menimbulkan panas.Makin lama makin kencang,Makin lama gesekan itu meningkatkan panas di dua kayu yang bergesekan tersebut.Tiba-tiba asap mengepul sedikit dari gesekan kedua kayu kering itu.
“Hidup…!”sorak Thi Binh sambil melepaskan tekanannya pada kayu itu.

Tidak ada komentar: