Rabu, 06 November 2013

tikam samurai - Dalam Neraka Vietnam -bagian 692-693-694

Dalam Neraka Vietnam -bagian 692-693-694


Dalam Neraka Vietnam-bagiann-692
kartu cekiNamun, jika sial lagi datang ada-ada saja kesalahan yang dibuat. Saat berjudi itu, mereka menyandarkan bedilnya ke dinding pondok. Tengah asyik memperhatikan kartu ceki di tangan, tiba-tiba saja ada bayangan orang tegak di depan tangga pondok yang tingginya hanya semeter dari tanah. Mereka menoleh, dan tiba-tiba muka mereka menjadi pucat. Mereka melihat di sana tegak tawanan yang tadi baru ditarik ke atas dari lobang penyekapan. Kini lelaki itu tegak menodongkan bedil kepada mereka. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan perlawanan, bedil mereka tersandar di dinding.
Bedil itu memang bisa diraih, tapi telunjuk lelaki yang menodong itu siaga di pelatuk. Buat sesaat mereka menatap si Bungsu dengan melongo.
“Turun dan buka penutup lobang itu…” perintah si Bungsu.
Untuk sesaat mereka masih berdiam diri. Namun si Bungsu segera menukar bedil dengan tali plastik besar itu. Sebelum kedua pengawal di pondok tersebut faham apa yang akan diperbuat si Bungsu, tangan si Bungsu bergerak. Di tangannya, tali plastik itu berubah menjadi senjata yang tangguh. Entah dengan cara bagaimana, kedua orang itu terpekik tatkala daun telinga mereka robek dan berdarah kena sabet cambuk tali nilon tersebut. Salah seorang yang bertubuh kurus, memanfaatkan waktu yang sesaat itu untuk menyambar bedil di kanannya.
Namun dia kalah cepat. Ujung cambut di tangan si Bungsu menghajar lengannya. Lengan baju kain mereka yang berwarna hitam itu robek, dan daging lengannya juga ikut robek. Dia terpekik.
“Turun dan buka tutup lobang itu cepat…!” perintah si Bungsu.
Kini kedua orang Vietnam tersebut benar-benar tak berani untuk tidak mematuhi. Karena di tangan kiri orang yang memerintah mereka teracung bedil dengan telunjuk di pelatuk. Mereka bergerak turun dari pondok. Kemudian memindahkan kayu-kayu besar yang berfungsi sebagai penghimpit ‘pintu’ yang menutup lobang. Usai itu mereka segera membuka salah satu bahagian yang berfungsi sebagai ‘jendela’ tempat memasukkan atau mengeluarkan tawanan. Ketika pintu lobang itu terbuka, dengan tangan kanan menodongkan bedil, si Bungsu melemparkan tali nilon ke dalam lobang tersebut.
Cowie, Smith dan Jock Graham yang semula merasa heran kenapa tutup lobang tahanan mereka dibuka, pada ternganga tatkala melihat ke atas. Di tepi lobang terlihat si Bungsu tengah menodongkan bedil.
“Tarik mereka satu demi satu ke atas…” perintah si Bungsu.
Kedua Vietnam itu kelihatan berusaha mencari celah untuk melakukan perlawanan. Namun melihat telunjuk kanan si Bungsu bergerak menarik pelatuk, mereka cepat-cepat memegang ujung tali. Lalu menanti. Si Bungsu memberi isyarat pada Letnan PL Cowie. Letnan Negro itu segera menyambar ujung tali. Lalu tubuhnya ditarik ke atas. Dengan cepat dia menerima salah sebuah senjata yang diberikan si Bungsu. Senjata yang baru saja dirampas dari keempat tentara yang tadi menggiringnya. Kini Cowie mengawasi kedua tentara Vietnam itu menarik Tim Smith.
Smith juga menerima sepucuk senjata. Kemudian dia bergerak ke bahagian kanan, berlutut di dekat pohon kayu mengawasi jalan yang menuju ke arah kampung. Cowie memberi isyarat kepada Jock Graham, yang segera menyambar tali tersebut. Dia segera ditarik ke atas. Di atas Graham juga menerima sebuah bedil dari si Bungsu.
“Masukkan mereka ke lobang….” ujar si Bungsu kepada Cowie.
Cowie dan Jock Graham memerintahkan kedua Vietnam itu membuka sepatu dan celana mereka. Kemudian dengan hanya berkolor dan berbaju, hampir secara bersamaan keduanya kena hantaman pada tengkuk oleh popor bedil di tangan Cowie dan Smith. Entah mati entah hidup, yang jelas keduanya tercebur dengan suara agak keras ke dalam air kuning berlumpur itu. Baik Cowie maupun Smith memang tidak menembak kedua milisi itu, karena suara tembakan akan mengundang tentara yang ada di perkampungan.
“Kita berangkat…” ujar si Bungsu.
“Kemana?” tanya Cowie sambil memakai sepatu dan pakaian salah seorang tentara Vietnam itu.
Si Bungsu menunjuk ke arah belantara lebat di bahagian utara lobang tempat mereka disekap. Bagi Cowie, Smith dan Graham memang ke sana pilihan terbaik untuk lari. Mereka tak mungkin masuk ke kampung. Hutan adalah tempat yang aman, meski untuk sementara. Bagi si Bungsu, hutan lebat itu menjadi pilihan karena hutan merupakan ‘rumah’nya. Cowie mengambil semua peluru dan dua bedil yang pemiliknya sudah terjun ke lobang penyekapan. Tanpa banyak membuang waktu, mereka segera menuju ke arah belantara yang terlihat tak begitu jauh.
Yang tak mendapat jatah pakaian adalah Tim Smith. Dia hanya mendapat sepatu. Karena sepatu itu kebesaran di kaki Jock Graham. Namun keempat mereka kini memiliki bedil dan peluru. Kendati jumlah peluru yang mereka miliki tak mencukupi untuk bertempur lama, namun bagi seorang pelarian memiliki bedil dan peluru merupakan sesuatu yang amat luar biasa harganya.


Dalam Neraka Vietnam-bagian-693
Mereka baru saja bergerak sekitar seratus langkah, ketika tiba-tiba mereka mendengar suara ledakan dari tempat yang baru saja mereka tinggalkan. Mereka terhenti, namun hanya sesaat. Kesadaran bahwa ledakan itu mengundang kedatangan tentara Vietnam menyebabkan mereka segera bergerak cepat.
“Ledakan apa itu?” tanya Graham sambil melompati sebuah kayu besar yang melintang.
Granat…” ujar Cowie, sambil melompati pula kayu tersebut.
Si Bungsu menyumpah dalam hatinya. Dia menyesal tidak menyuruh tentara Vietnam itu membuka bajunya sebelum dimasukkan ke lobang penyekapan mengganti kan mereka. Dia teringat, kantong baju salah seorang milisi Vietnam yang mereka ceburkan itu kelihatan menggem bung. Dia yakin, granat yang ledakannya barusan mereka dengar berasal dari dari dalam kantong baju yang mengge lembung itu. Dia tak curiga karena granat biasanya dicantelkan diikat pinggang. Tapi kenapa granat itu baru diledakkan setelah keempat pelarian itu bergerak cukup jauh?
Milisi Vietnam yang kantongnya menggelembung yang dilihat si Bungsu, tak lama setelah diceburkan ke lobang segera mengeluarkan granat dari kantong bajunya begitu keempat pelarian tersebut lenyap dari pandangan mereka di atas lobang penyekapan itu. Dia sudah akan mencabut pin granat itu, namun temannya yang seorang lagi segera mencegah.
“Jangan sekarang…” ujarnya.
“Kau mau bunuh diri? Mereka belum jauh. Begitu granat ini meledak, mereka akan kembali dan menembak kita… ”ujarnya.
“Tapi, kita akan ditembak komandan kalau mereka sudah jauh dan berhasil meloloskan diri….”
“Belum tentu kita ditembak oleh bangsa sendiri. Sebab, empat tentara yang tadi menggiring mereka, adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas lolosnya tawanan itu. Di bawah pengawalan mereka, orang itu lolos…”
Yang memegang granat dapat memahami penjelasan temanya. Dia urungkan mencabut pin granat tersebut. Lalu mereka sama-sama menanti. Menanti dengan cemas, apa hukuman yang akan mereka terima, jika nanti mereka diadili. Setelah merasa keempat tawanan itu lari cukup jauh, granat tersebut lalu dilemparkan ke atas dan meledak. Suara ledakan tersebut lalu membuat tentara yang berada di kampung yang tak jauh dari penyekapan itu tersentak. Dalam waktu yang amat singkat lima belas tentara segera memburu ke tempat tersebut lewat tiga jalur yang berbeda.
Regu pertama menuju ke lobang penyekapan itu dengan memutar dari kiri. Regu ke dua melambung dari arah kanan. Regu ke tiga mendatangi tempat tersebut dari jalan setapak yang biasa dilewati. Regu ketigalah yang menemukan ke empat teman-teman mereka pada tergeletak di jalan, tak berapa jauh dari kampung. Ke empat mereka masih dalam keadaan pingsan. Malang melintang di jalan kecil di antara hutan bambu tersebut. Komandan regu segera mengirim salah seorang anggotanya kembali ke markas di kampung. Memberitahu apa yang mereka temukan.
Setelah itu, yang empat orang lagi segera melanjutkan perjalanan menuju ke lobang di mana selama ini mereka menyekap tawanan perang tersebut. Regu pertama yang melambung dari arah kanan, segera sampai ke bahagian belakang pondok pengawalan beberapa meter dari lobang penyekapan.

Dalam Neraka Vietnam-bagian-694
Dari tempat mereka berada,sekitar sepuluh depa dari pondok,mereka melihat pondok pengawasan itu kosong.Regu yang melambung dari arah kiri juga segera tiba.Dari jarak belasan meter mereka melihat penutup lobang tempat penyekapan tawanan itu terbuka.
Baik regu yang di kanan maupun yang di kiri,segera mengirim tiga orang anggota masing-masing mendekati lobang penyekapan.Ketiga orang itu merayap dalam hutan bambu tersebut,hampir tanpa menimbulkan suara sedikitpun.Lalu akhirnya,mereka mendapatkan yang berada dalam lobang penyekapan itu adalah dua milisi yang seharusnya d pondok berjaga.Kedua milisi itu segera bisa di tarik naik.Sebab tali nilon yang biasa untuk menarik mayat tawanan yang mati,ternyata di bawa kabur oleh para tawanan tersebut.
Letnan yang bertanggung jawab atas tawanan itu segera memerintahkan anak buahnya melacak kearah larinya tawanan tersebut.Hanya di butuhkan beberapa saat,tiga orang yang di tugaskan melacak telah datang melapor.
“Mereka ke arah hutan,jejak masih jelas…”lapor salah seorang dari yang bertiga itu.
Si letnan menatap kearah hutan dan bukit yang di tunjuk oleh anak buahnya.
“Mereka memasuki Neraka yang lebih berbahaya…”ujarnya.
Namun sebelum ke empat pelarian itu memasuki’Neraka yang lebih berbahaya’sebagaimana di ucapkan sang komandan,yang pertama memasuki Neraka adalah ke empat orang Vietnam yang terkait dengan empat pelarian itu.Neraka yang mereka tempati adalah Neraka yang biasa di tempati oleh para tawanan tentara Amerika.Ke dua milisi yang berjudi ceki itu tetap tak boleh keluar dari lobang penyekapan itu,mereka di tambah dengan empat tentara yang menggiring si Bungsu sampai perkampungan.
Komandaqn yang bermarkas di desa itu berpangkat mayor.Saking berangnya,muka sang mayor sampai berubah-rubah seperti jadi-jadian.Sebentar merah padam,sebentar kemudian pucat,kemudian merah padam lagi.Ke empat tentara yang di lumpuhkan si Bungsu itu di jebloskan saat mereka masih pening-pening lalat.Mula-mula mereka dingkat teman-teman nya.Mereka menyangka akan di rawat di bangsal kesehatan sebagaimana jika ada tentara yang sakit.Namun harapan itu sangat jauh panggang dari pada api.Tubuh mereka di lempar kedalam lobang penyekapan.
Baru beberapa saat dalam lobang berair kuning kental itu,keenam tentara Vietnam itu muntah kayak.Bau yang amat menusuk,bau bekas mayat dan bau kotoran manusia,yang bercampur aduk jadi satu membuat perut mereka benar-benar mual dan tak mampu bernafas.Namun lobang itu sudah di perintahkan si mayor untuk di tutup.Setelah itu si mayor memerintahkan seluruh tentara dan milisi di desa itu untuk berkumpul di dekat lobang penyekapan itu.Ada sekitar tiga puluh tentara reguler,kemudian dua puluh milisi berkumpul,sepuluh di antaranya wanita.
Si Mayor membagi kekuatan setengah kompi itu dalam tiga kelompok.Dua bagian harus menyisir hutan,memburu tawanan dari dua arah,yang sebagian lagi hanya sekitar sepuluh orang,siaga di markas mereka di desa itu.
“Jangan kalian pulang jika tidak membawa empat orang itu.Saya tak peduli apakah yang kalian bawa pulang orangnya atau hanya kepalanya.Ingat itu,jangan pulang tanpa mereka..!!”hardik si mayor kepada kedua kelompok itu.
Sementara di dalam lobang,dua dari enam orang yang di ‘cemplungkan’karena membiarkan tawanan itu melarikan diri.Jatuh pingsan setelah isi perut mereka keluar semua.Namun si mayor tak peduli.Setelah dua kelompok itu berangkat.Dia memerintahkan empat orang untuk menjaga di pondok pengawalan itu.”Jangan ada yang berani memberi makan atau minum,dalam bentuk apapun tanpa perintah saya,jika kalian langgar,kalian saya tembak…”tukas si mayor dengan suara serak saking menahan berangnya.
Tapi ke empat orang yang melarikan diri itu,ternyata memang menghadapi tantangan yang tak kecil.Tantangan pertama yang harus mereka hadapi adalah kondisi fisik mereka sendiri.Yang pertama ambruk sejak mereka keluar dari lobang itu adalah kopral Jack Graham.Kopral ini sama-sama di pindahkan bersama si Bungsu dengan truk.Ternyata kondisinya sudah demikian buruk.Demam panas menyerang pula.Si Bungsu yang posisinya paling belakang,melihat kopral itu memeluk sebatang pohon besar dengan tubuh menggigil.
Bedil di tangan nya hampir jatuh,si Bungsu paham,kalau orang itu tak mungkin untuk terus berjalan.kalau saja dia punya waktu untuk mengumpulkan dedaunan untuk ramuan.Ingatan itu segera menyadarkan si Bungsu tentang apa yang harus dia lakukan.

Tidak ada komentar: